Comments

BERPIKIRLAH JIKA INGIN HIDUP LAYAK

By LKP AL-QOLAM | At 11:12 | Label : | 2 Comments
Ide adalah rancangan yang tersusun dalam pikiran, atau sama dengan gagasan dan cita-cita. Manusia yang tingkat Intelegency Quistions (IQ) normal secara psikologis, dapat dipastikan mereka mampu mengungkapkan ide. Sekecil apapun ide tersebut, ada pada setiap manusia yang mempunyai pikiran. Agar potensi peningkatan ide dapat berkembang dan selalu mucul rancang bangun (enginering) dalam sebuah pemikiran, maka otak atau pikiran harus selalu digunakan, diasah, dilatih sehingga tidak tumpul.

Berpikir Lebih Berat, Dibanding Bekerja dengan Otot
Memang diakui, bahwa berpikir itu lebih berat dibanding dengan bekerja dan berbuat yang hanya menggerakkan otot (psikomotorik). Kapasitas energi yang dibutuhkan dalam berpikir melibatkan berjuta-juta sel syaraf otak. Otak atau pikiran inilah yang menjadi ciri penanda pembeda antara binatang dengan manusia. Salah satu kelebihan manusia terletak pada kapasitas sel syaraf otaknya. Manusia yang mampu menggerakkan dan memaksimalkan potensi pikirnya, akan mengantarkan ketinggian derajat. Penghormatan dan pengakuan terhadap orang yang pandai, ukurannya adalah kekaryaan yang dibangun lewat dimensi pemikiram dan imajinasinya..
Pikiran manusia dengan perangkat potensi yang menyertainya, akan menghadirkan beribu-ibu bahkan berjuta-juta ide, jika mampu mendayagunakan untuk bekerja sama dengan perangkat potensi yang lainnya. Mata misalnya, sebagai alat untuk melihat, memandang, merekam, mengamati adalah sarana bantu otak untuk memunculkan ide. Orang yang cerdas setiap melihat objek benda akan selalu beripikir dan mengolah dalam sebuah rancang bangun dengan perangkat pertanyaan. ”benda ini namanya apa?, untuk apa benda ini ada? Kalaubegitu benda ini dimanfaatkan, sebagai bahan apa? Kalau benda ini dirubah menjadi bentuk begini, apa dapat bagus? Benda ini jika diperbaiki, dan dibuat seperti ini, kira-kira laku dijual apa tidak?” dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam memori pikiran manusia, untuk menghadapi satu benda atau objek yang ditemukan.
Sebagai seorang penulis haruslah sering melihat dan berpikir demikian dan selalu mempertanyaan sesuatu yang ada disekitarnya. Permasalahan terus dicari untuk dijadikan landasan berkarya. Permasalahan dibahas dan dikupas dari segi sumber
pemunculannya, penyebab yang menimbulkan, apa dan siapa yang terblibat dalam masalah tersebut. Selanjutnya masalah apalagi dan apalagi yang akan terjadi lagi, begitu seterusnya. Solusi (pemecahan) dari masalah tersebut seperti apa? Kalau masalah ini dipecahkan, apakah tidak menimbulkan masalah baru begitu seterusnya.

Bagaimana Kita dapat Menemukan Ide?
Ya, tentu saja dengan melihat, nendengar, merasakan peristiwa yang terjadi di sekitar kehidupan kita. Setelah itu dikaji dalam konsep berpikir logis. Kalau sudah digali dan dikaji, ternyata masalahnya ini dan itu. Jika sudah ketemu masalahnya, cari sumber penyebab, dan sumber penyebab dicari pemecahannya. Selesai! Dan itulah yang disebut proses berpikir dalam problem solving.
Proses pencarian masalah, dan penemuan penyebab munculnya malalah sampai pada pemecahannya tersebut, sebenarnya adalah kerja keras indra dan pikiran. Rancangan pemikiran yang disebut ide tersebut selalu dinamis atau bergerak sesuai putaran jarum jam, tiap detik dan menit. Manusia yang kreatif adalah manusia yang selalu menggerakkan potensi pikirannya dengan membangun enginering pikiran. Untuk menyusun sebuah rancangan masa depan kehidupan, manusia harus selalu mengolah dan mengasah otak dengan ide-ide cemerlang. Sebagai orang yang beragama, tentu ketentuan Allah SWT, adalah mutlak adanya. Tetapi Allah SWT telah menciptakan otak-pikiran manusia dengan kapasitas jutaan, bahkan milyaran sel, fungsi utamanya adalah untuk berpikir dan berpikir terus. Kebebasan untuk menggunakan perangkat potensi pikir ini, adalah tanpa batas, asal mausia tersebut masih mampu untuk melakukannya.
Permasalahan yang digali dan muncul dari dalam dan dari luar diri manusia, adalah sebuah ide atau gagasan, manakala manusia mampu merumuskan permasalahan tersebut dengan rancangan pemikiran yang sistematis. Ide-ide yang bermunculan, dikemas dalam satu rancangan memori otak dan didorong dengan kemauan keras, maka muncullah kreatifitas. Manusia yang kreatif adalah manusia yang banyak ide dan gagasan yang ditampakkan dengan rumusan kegiatan yang jelas.
Untuk meningkatkan produksi ide yng baik perlu prosedur yang sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu.

Prosedur Menemukan Ide
Prosedur adalah proses urutan langkah-langkah dalam berbuat sesuatu. Setiap aktivitas kehidupan perlu dilakukan dengan pentahapan kegiatan. Dalam menemukan ide perlu proses, di bawah ini barangkali dapat dijadikan acuan dalam pengungkapam ide atau gagasan:
1. Menangkap objek sebuah atau beberapa peristiwa dengan indra secara jeli dan cermat
2. Memasukkan objek-peristiwa yang ditangkap lewat indra, dibawa ke memori pikiran.
3. Mengolah objek-peristiwa tersebut dalm pikiran secara cermat.
4. Menemukan hasil pemikiran dari percikan objek-peristiwa, untuk bahan produksi ide
atau gagasan.
5 Mengantarkan hasil pemikiran berupa bahan produksi ide atau gagasan tersebut pada karsa (kehendak, keinginan, motivasi, dorongan dsb), untuk konsep penciptaan.
6. Konsep penciptaan yang sudah dikemas dalam pikiran, diupayakan dibangun terus lewat kemauan keras, sehingga menghasilkan karya.
7. Karya yang sudah dihasilkan akan mempunyai nilai kegunaan dan kemanfaatan serta mempunyai daya artistik dan estetika, hal ini yang memberi penilaian adalah hati atau budinurani.
Pada dasarnya proses aktifitas tersebut di atas, hampir semua manusia sudah pernah melakukan, hanya kapasitas dan intensitasnya yang berbeda-beda. Untuk menigkatkan produktifitas berkarya yang dilakukan lewat proses pencetusan ide sampai menjadi karya, perlu dimaksimalkan dengan sikap mental yang kuat dan semangat yang membara. 
 
Oleh: Maswan
 
 

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDORONG KREATIFITAS

By LKP AL-QOLAM | At 11:10 | Label : | 1 Comments
Doktor L. Trushtone memberikan ulasan mengenai pengaruh buruk dari reaksi negatif terhadap masalah atau ide baru. Setiap ide yang diusulkan segera dianggap salah. Selanjutnya ia mengatakan, kadang-kadang bukti yang diberikan begitu meyakinkan, sehingga orang tergoda untuk mengabaikan pemikiran selanjutnya tentang masalah yang baru itu. Bahkan jika sikap negatif ini dikaitkan dengan intelegensi tinggi, kemungkinan juga hasilnya tidak kreatif.
Bagian otak manusia ada dua, yaitu : Judicial Mind dan Creative Mind. Judicial mind, adalah bagian yang melakukan penganalisaan, pembandingan dan pemilihan, sedang creative mind yang mengadakan penggambaran, peramalan dan penghasilan ide. Pertimbangan (judgment) dapat membantu imajinasi supaya tetap berada pada jalurnya, dan imajinasi dapat memberikan penerangan bagi pertimbangan.
Usaha yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, dan usaha yang kreatif sama-sama memerlukan analisis dan sintesis.
Judicial mind dapat mengklasifikasikan fakta-fakta, mempertimbangkannya, memperbandingkan, dan kadang-kadang juga membuang beberapa fakta yang dianggap tidak penting dan menyimpan fakta-fakta yang penting, dan kemudian menyatukan unsur-unsur yang tersisa menjadi suatu kesimpulan.
Creative mind juga melakukan hal serupa, hanya perbedaannya hasil akhirnya bukan berupa keputusan, tetapi berupa ide. Pertimbangan cenderung membatasi diri hanya pada fakta yang ada saja, sedangkan imajinasi harus berusaha menjangkau hal-hal yang belum diketahui, dan selalu melakukan peliptgandaan ide.
Pada umumnya orang berpendapat, bahwa pertimbangan berkembang sejalan dengan perkembangan usia, sedang kreatifitas cenderung mengalami kemunduran, kecuali jika dengan sadar tetap dipertahankan. Kedaan disekitar kita memaksa untuk menggunakan pertimbangan (judicial mind) kita sepanjang waktu. Dari masa kanak-kanak sampai dengan masa tua, kita selalu melatih daya pertimbangan. Dengan latihan-latihan itu diharapkan pertimbangan kita tumbuh semakin baik.
Pendidikan juga memperkuat pertimbangan kita. Secara umum pendidikan yang kita terima, cenderung memperbaiki kemampuan kita dalam membuat pertimbangan. Tetapi masih ada hal lain yang cenderung mempunyai pengaruh yang sama, dan menghasilkan pertimbangan yang tidak pernah salah.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. E. Paul Torrance dari Universitas Minnesota telah memperkuat fakta, bahwa imajinasi cenderug mengalami penyusutan saat pengetahuan dan pertimbangan kita meningkat. Penyelidikan ilmiah itu telah ditulis dala bukunya berjudul Guiding Creative Talent.
Fenomena yang serupa juga dirasakan oleh Ribot, seorang peneliti kejiwaan. Penemuannya, menunjukkan adanya konflik yang muncul antara pertimbangan dan imajinasi, dan pada masa muda kebanyakan pada individu terjadi penurunan kreatifitas. Menurutnya, kemampuan berimajinasi pada mulanya berkembang lebih pesat, dibandingkan dengan perkembangan akal sehat / pertimbangan, tetapi kemudian cenderung mengalami penurunan, sedangkan pengaruh pertimbangan semakin meningkat.
Fakta ketidakterlibatan mood (suasana batin) dalam hal ini, dapat menjelaskan, mengapa Judicial mind dan Creative mind cenderung bertentangan. Jika keduanya tidak dipadukan secara tepat, mungkin keduanya akan saling mengganggu. Pada umumnya mood yang tepat bagi pemikiran Judicial, bersifat negatif. ”Apa yang salah dengan ini? apa yang dihasilkannya? Tidak, hal ini tidak akan berhasil”. Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat jika kita mencoba membuat pertimbangan.
Sebaliknya pemikiran kreatif kita memerlukan sikap yang positif. Kita harus mempunyai penghargaan. Kita memerlukan semangat, dan kita harus mendorong diri kita sendiri untuk mempunyai kepercayaan pada diri sendiri. Kita harus sadar akan adanya aliran kesempurnaan (Perfectionism) agar tidak gagal. Lampu yang ditemukan Edison pertama kali merupakan hasil karya yang masih kasar. Mungkin saja ia tetap berpedoman pada model yang masih belum sempurna, sambil terus berusaha memperbaikinya. Atau mungkin malah diabaikannya sama sekali, tetapi ia tidak melakukan semua itu. Lampu listrik pertamanya jauh lebih baik dari pada lilin, lampu minyak atau lampu gas. Diperkenalkannya penemuan itu sambil terus melakuakan perbaikan-perbaikan yang dilakukan.
Sikap positif adalah ciri dari orang yang kreatif. Lebih dari itu, orang-orang yang kelihatannya sangat positif sekalipun sebenarnya juga dipengaruhi oleh imajinasi, tetapi negatif sifatnya. Sedangkan orang yang benar-benar kreatif cenderung mengalami kemajuan yang menyolok. Orang-orang yang tergolong negatif, mungkin dalam mendengarkan suatu ide hanya mempunyai satu hal saja dalam otaknya, yakni menanyakan, kelemahan-kelemahan apa yang dapat ditemukan dalam ide tersebut. Seringkali bermunculan tipe imajinasi yang distruktif (merusak) amat lancar, sehingga dengan cepat menangkap penolakan-penolakan yang keluar dari pikiran yang kalut.
Pertimbangan dan imajinasi akan dapat saling membantu jika keduanya dipisahkan pada saat harus dipisahkan. Dalam melakukan usaha kreatif kita harus menempatkan posisi yang sebenarnya. Kadang-kadang kita harus mematikan judicial mind dan menghidupkan creative mind. Juga kita harus cukcup telaten untuk memulai lagi menghidupkan judicial mind, sebab kalau tidak, pertimbangan yang terlalu dini akan dapat mematikan nyala kreatifitas. Bahkan mungkin menghapus ide-ide yang telah dihasilkan.
Kita harus memberikan prioritas terhadap imajinasi, terutama jika kita melakukan pendekatan terhadap masalah-masalah kreatif, dan membiarkan imajinasi menjelajahi tujuan kita. Kita harus melakukan suatu usaha untuk memikirkan ide-ide baru yang paling gila sekalipun, yang mungkin dapat diharapkan. Karena pada fase itu, kita hanya melakukan pemanasan pada alat-alat pemikir kita. Kita harus mencatat kilatan-kilatan atau percikan-percikan yang muncul pertma kali, dan yang mungkin tidak masuk akal. Juga kemungkinan sekali salah satu dari percikan ide tersebut akan menjelma menjadi sangat bagus, dan berguna.
Satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa dalam beberapa usaha kreatif tidak diperlukan keputusan mengenai tingkat kebaikan dari ide-ide kita, sampai tiba pada pertanyaan, ”mana yang harus digunakan”. Saat itu kita harus membuat kritik setajam mungkin seperti pada saat kita menghidupkan semangat selama dalam proses penciptaan atau proses kreatif. Jika sudah sampai pada saat pengambilan keputusan, maka apabila kita dapat melakukan pengujian, hasilnya akan lebih jauh. Pertimbangan pribadi tidak dapat dibantu oleh lingkungan, tetapi malah diwarnai oleh prasangka lingkunagan. Jarang sekali hal itu menjadi obyektif seperti yang semestinya hal ini dapat terjadi pada saat sutradara memilih judul film dan orang-orang yang akan bermusyawarah. Namun sekarang kebanyakan judul-judul dipilih dengan melakukan tes. Judul-judul yang tergolong baik dari semua judul yang diusulkan, diajukan kepada aktor. Mereka mencatat reaksi-reaksi yang diberikan oleh mereka, kemudian diolahnya secara ilmiah menjadi suatu keputusan akhir, dan ini merupakan keputusan yang jauh lebih hebat daripada keputusan orang-orang itu. Seperti yang dinyatakan TaLLeyrand, ”hanya ada satu orang yang tahu lebih banyak dari orang lain tentang satu hal, walaupun semua orang mengetahuinya”.

Kebiasaan yang Menghambat Pemecahan Masalah
Satu alasan mengapa orang-orang cenderung bekerja kurang kreatif setelah dewasa? Hal ini karena kebiasaan. Sebagai hasil dari pendidikan dan pengalaman, kita mengembangkan semacam alternatif penghambat yang cenderung menjadikan pikiran kita beku. Biasanya hambatan-hambatan itu menghalangi kita menggunakan pendekatan imajinatif dalam penyelesaian persolan baru.
Frank Hix dari general Electric menyebut penghambat ini sebagai fiksasi fungsional. Di pihak lain, para psikolog yang melakukan percobaan, menyebut hal itu dengan bermacam nama, misalnya kekuatan problem solving, mechanization, set dan Einstelling.
Kebanyakan para psikolog yang melakukan percobaan berpendapat, bahwa proses penemuan ide, cenderung bergantung pada sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Semua yang dilihat dan diperbuat, terutama tindakan dan gagasan manusia yang sering berhasil menjadi sebagian dari sikap mental. Kebiasaan seperti itu memang berguna untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang pernah kita hadapi. Jika persoalan serupa muncul kembali, kita telah memiliki cara penyelesaianyang telah teruji kekuatannya, keakurannya.
Akan tetapi, apabila kita menjumpai persoalan baru, cenderungv membatasi pemikiran pada penyelesaian yang pernah dugunakan sebelumnya untuk menyelesaikan persoalan serupa. Jika dari semua penyelesaian itu tidak ada yang berhasil, maka kita diharuskan untuk memikirkan suatu penyelesaian yang baru, dan kita terpaksa memadukan berbagai pengalaman tersebut menjadi suatu tindakan baru. Proses ini telah tergambar bahwa tingkah laku cenderung menunjukkan kecerdasan dalam menyelesaiakan masalah, dan ini melibatkan penyatuan unsur-unsur kebiasaan, yang sebelumnya tidak pernah dipadukan.
Kita dapat membantu diri kita untuk mencapai hasil akhir dengan mengingat-ingat prinsip dan prosedur di atas. Oleh karena agaknya kita harus mengekang diri, dengan menghilangkan kebiasaan yang dapat menghambat pencetusan ide baru. Degan demikian kita membiarkan imajinasi kita bebas bergerak dalam mencari kunci-kunci baru bagi pemecahan persoalan-persoalan baru.
Upaya mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang bersifat penghambat tersebut adalah dengan tehnik yang sering disebut brainstorming. Pertemuan-pertemuan brainstorming benar-benar merupakan forum yang kreatif. Semua peserta diarahkan untuk mencetuskan ide baru dalam suatu keadaan yang sengaja diciptakan untuk tidak menimbulkan rintangan. Kelompok itu diberi dorongan semangat oleh seorang pemimpin yang disebut dengan Wild stabs (kejut-kejutan). Dengan demikian rantai kebiasaan menjadi hilang dan ide-ide baru mengalir keluar dengan lancar tanpa dihambat oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya,
Prinsip dasar dari pengendalian kebebasan adalah pemisahan pemikiranideatif dari pemikiran kritis, dengan penangguhan pertimbangan sampai didapatkannya jumlah ide baru yang maksimal.
Menurut Fritz Khan penulis buku berjudul Desaign of the Universe, pengendalian kebebasan (free wheeling aka cenderung lebih sulit bagi orang-orang yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan bagi orang-orang yang relative tidak berpendidikan. Ia menyebutkan ide pembaharuan dari Faraday dan kemudian mengutip komentar yang diberikan oleh Einstein. Penemuan ini merupakan kreasi mental yang berani, terutama karena faraday tidak pernah bersekolah, dan oleh karena itu ia dapat mempertahankan pemikiran yang langka itu dengan bebas.
Keputusan Merupakan Penghambat
Pengalaman Alex F. Osborn sebagai seorang pelatih daya cipta telah memberikan kesan kepadanya, bahwa diantara kita yang menilai rendah kreatifitas adalah keputusasaan diri. Upaya kreatif kita hampir selalu mendorong berkembangnya rasa putus asa yang ditimbulkan orang lain. Tetapi rasa putus asa juga sering mematikan kreatifitas.
Kecenderungan lain yang menghambat kreatifitas adalah keinginan untuk menyesuaikan diri. Ini mengandung faham aliran konvensionalisme da adat kebiasaan merupakan sesuatu yang paling mematikan keaslian. Ketakutan, kelihatan tolol sejalan dengan adanya keinginan untuk tidak terlihat perbedaan dengan orang lain. Hal ini terlihat dalam diri orang-orang yang dibimbing oleh Osborn. Saat bermusyawarah, ia memberikan wejangan:
”mana yang lebih buruk, bodoh dimata orang lain ataukah bodoh di mata diri sendiri? Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa ide anda masih setengah matang, tetapi adakah hal itu lebih tolol dari pada anda menghentikan usaha-usaha anda untuk menghasilkan ide-ide yang lebih baik? Saya telah mencoba mengemukakan pada mereka bahwa orang yang benar-benar pandai menghargai usaha yang kreatif adalah mereka yang menyadari bahwa semua hal yang baik di dunia ini berasal dari ide-ide yang pada mulanya dicemooh sebagai sesuatu yang tolol.
Ketakutan dan yang kelihatan tolol adalah hambatan emosional yang sudah terlalu umum. Dan hanya sedikit dari kita yang menyadari sifat yang anti kreatif ini.
Sebagian besar orang yang kreatif, sebenarnya temasuk orang yang sederhana dan rendah hati. Cukup banyak orang-orang penting dan kreatif. Namun jarang kita jumpai orang tersebut menganggap dirinya lebih besar dari anggapan orang lain yang diberikan kepadanya. Hampir setiap ditanya tentang rahasia keberhasilan, mereka selalu menyatakan bahwa bakat dan imajinasi mereka lebih jauh di bawah jenius. Dan apapun yang telah berhasil dicapainya semata-mata merupakan hasil dari upaya mencoba dan mencoba lagi, dan menanggung kembali kegagalan yang berulang-ulang terjadi.
Rasa Malu Cenderung Mematikan Ide-ide yang Ada
Bila kita mengharapkan terlalu banyak dari kita, ketidak beranian mungkin malah mencerminkan kesombongan dan bukanya kesederhanaan. Pada suatu saat kita berkumpul bersama untuk memikirkan acara radio yang baru. Salah satu diantara ada anak-anak muda yang mempunyai bakat kreatif, yang jauh lebih besar dari pada orang tua. Namun kelihatannya ia lebih banyak mendengarkan. Bertanyalah diantara kita, ”mengapa kamu tidak memberikan ide-idemu?”. jawab anak muda, ”saya takut kalau ide yang saya berikan tidak sebaik seperti apa yang anda harapkan”. Ia menahan dirinya. Bukan karena ia merasa tidak kreatif, tetapi karena terlalu membanggakan dirinya sendiri. Betapa ia malu mengungkapkan pendapatnya. Kemungkinan saja bahwa paling tidak salah satu idenya mungkin akan lebih baik dari pada ide-ide yang lain.
Di pihak lain, bahwa biasanya perasaan malu berasal dari keraguan, yakni dari ketidakmampuan seseorang untuk menjadi kreatif. ”keraguan seperti itu berupakan penghianat”, demikian kata Shakespeare. Selanjutnya keadaan yang demikian ini membuat kita kehilangan kesempatan yang seharusnya sering dapat kita menangkan kalau kita takut mencoba. Sebenarnya tidak perlu ada keraguan kalau kita memiliki bakat imajinatif, kita pun dapat menggunakan dengan baik, asal kita mau mencoba.
Tetapi sering kita pda saat sedang berpikir, kita sering kali ditahan oleh keraguan untuk mengemukakan sesuatu. Kasus sering terjadi, bahwa ada orang dalam pertemuan ada saja cenderung diam, malu untuk mengemukakan pendapatnya. Ia takut kalau ide yang disampaikan itu ditertawakan yang lain. Namun pada suatu saat ia mau mengubah pikirannya itu, setelah idenya dikeluarkan ternyata diterima oleh orang yang lain. Sehingga pada saat itu ia menjadi orang yang berani, bahkan sangat berani dan tidak pernah merasa ragu untuk mengemukakan ide-ide baru yang telah dipikirknnya. Khirnya ia pun menjadi orang terkenal.
Jika kita terus menerus mencipta, walaupun hanya hal yang sepele, namun kita cenderung membentuk semacam kebiasaan. Semakin banyak mencoba, secara naluriah semakin banyak pula yang kita kerjakan. Bertanyalah, glilh fakta, kumpulan pengalaman, dan perhatikan kesalahan. Dan dalam segala hal, tataplah dengan tajam ap-apa yang terselubung. Yang penting juga kita perhatikan, adalah pergunaan imajinasimu yng merupakan anugerah Allah. Begitu anda menjadikan cara itu sebagai suatu kebiasaan, anda akan menyadari bahwa imajinasi seperti juga kepercayaan, akan mampu dan sering berhasil memindahkan sesuatu yang kita anggap berat.
Perasaan malu juga cenderung menghentikan imajinasi, walaupun kita sudah memulai suatu pekerjaan yang kreatif. Bahkan Edison sekalipun mula-mula juga harus berusaha melawan hambatan ini. Namun dalm kehidupan selanjutnya, kegagalan percobaannya, tampak sudah menjadi bagian dari hari-harinya dan sangat berfungsi sebagai pertanda dimulainya percobaan selanjutnya.
Dorongan Semangat Menyuburkan Pencetusan Ide
Dalam hal-hal tertentu, tantangan kadang sangat berguna bagi kehidupan manusia dalam berkreatiftas. Kreatifitas itu ibarat bunga aneh yang akan mengembang apabila mendapt siraman pujian, sedangkan keputusasaan seringkali membuatnya layu. Ini dapat diartikan bahwa kebanyakan diri kita akan mencetuskan ide lebih banyak dan lebih baik bila usaha yang kita lakukan dihargai orang. Sikap yang tidak bersahabat dapat mematikan niat manusia. Sehingga dalam hal ini humor dapat berubah menjadi racun penghambat pencetusan ide. Setiap ide baru seharusnya selalu diterima dengan baik, tetapi tidak berarti dipuja-puja. Sekalipun ide itu tidak bagus, paling tidak ia harus mendapatkan dorongan supaya tetap mau berusaha dan mencoba.
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau memberi usul dan bimbingan yang kreatif, tidak hanya menyalahkan saja. Dan juga, jika ada salah seorang anak buahnya mengemukakan usul, diusahakan selalu meyakinkannya, artinya usul tersebut dihargai, dan diberi hadiah kalau memang benar-benar usul tersebut hebat. Dengan cara demikian akan merangsang orang lain untuk mencoba dan berusaha. Usaha semacam itu memang diakui sulit. Namun demikian, apabila seorang pengelola atau pemimpin dapat bertindak sebagai penampung aspirasi dan pembimbing yang kreatif, mka pasti akan dihasilakan organisasi yang menyenangkan dan lebih kokoh. Dalam organisasi, bila dapat tercipta persahabatan dan keramahan akan dihasilkan ide-ide baru yang terbaik. Tidak ada dorongan yang efektif daripada tepukan di punggung dengan rasa persahabatan. Cara demikian, kita dapat melakukan apapunyang mungkin dapat mendorong seseorang untuk mencetuskan ide lebih banyak dan lebih bagus lagi.
Teman Karib Merupakan Pendorong Terbaik
Suatu yang paling menghancurkan kreatifitas adalah tidak adanya perhatian dari orang yang dicinta. Di dalam suatu keluarga, pujian yang diberikan orang tua merupakan hadiah yang paling berharga. Begitu juga disekolahan, pujian guru terhadap muridnya merupakan pendorong yang akan menumbuhkan kreatifitas. Orang tua seharusnya lebih dulu berhenti untuk mendegarkan serta melihat apa yang akan dikatakan atau dilakukan anak. Walaupun sekecil apapun usaha-usaha kreatif si anak. Pujian yang diberikan orang tua kepada anak, langsung akan dapat mencipatakan kepercayaan dan sangat membantu pertumbuhan anak. Lebih-lebih apabila pujian itu kita ucapkan pada orang lain dengan sengaja agar didengar anak, tuah pujian itu akan lebih ampuh lagi.
Banyak diantara kita merupakan orang yang sangat imajinatif-kreatif di masa kanak-kanak, namun banyak pula menjadi tidak kreatif setelah mereka tumbuh dewasa. Salah satu penyebabnya barangkali karena gagasan, ide, pendapat yang diajukannya tidak dianggap cukup penting oleh orang disekitarnya. Penyebab lainnya, adalah kebanyakan orang tua salah karena meremehkan arti gagasan anaknya, atau paling tidak kurang memberikan dorongan pada anak-anak mereka.
Sebagai orang tua perlu membangun rasa percaya diri pada anak-anak. Dan juga harus meihat perbedaan kemampuan anak. Misalnya saja anak ada yang melakukn sesuatu degan cara mencoba membangun kreatifitasnya, dua kali gagal, tiga kali gagal, namun ada yang hanya satu kali berhasil. Manusia di dunia ini tidan ada yang sempurna, kegagalan dan keberhasilan tetap ada pada diri manusia, lebih-lebih pada anak. Orang tua tidak dibenarkan menuntut kesempurnaan aaknya, hal ini bukan membantuusaha kreatif, justru semakin mematikan kreatifitas.
Sesama saudara biasanya ada yang cenderung melakukan kekerasan terhadap lainnya, dan menertawakan apa saja yang telah dilakukan atau saudaranya sedang melakukan sesuatu. Tampaknya akan merupakan sesuatu yang terlalu tinggi apabila kita mengharapkan seorang kakak akan memberi dorongan kepada adiknya dalam usaha berkreatifitas; tetapi akan lebih baik lagi apabila orang tua mau menahan diri untuk tidak mematahkan semangat sang kakak yang memberi dorongn tersebut. Kalau orang tua mematahkan semangat akan menimbulkan dampak negatif, atau muncul suatu keputusasaan.
Keputusasaan diri dapat menghambat kreatifitas, dan ingat bahwa kita pun dapat menghambat kreatif orang lain. Karena itu, kebiasaan yang baik akan mendorong semangat pemunculan ide, memberikan dorongan pada apa yang diucapkan dan apa yang dipikirkan orang lain. Hal ini dapat terjadi kalau kita dapat menciptakan hubungan yang baik atau teman yang akrab. Teman akrab dapat menciptakan suasana yang harmonis dan sering munculnya ide ini, lantaran dari seringnya pembicaran dan bertemu muka.
Pada prinsipnya, banyak faktor yang dapat mengembangkan kreatifitas manusia. Dan inti dari kreatifitas itu sendiri adalah kemauan kita untuk terus mencoba dan mencoba, dengan lebih keras dan lebih keras lagi. Ini merupakan harapan manusia yang terlalu tinggi. Jika manusia berharap yang demikian harus dapat mengatasi setiap hal yang dapat menghambat dan mematahkan semangat.
Pemaduan antara suasana yang dapat menunjang kreatifitas dan penggunaan prosedur yang kreatif, sangat membantu pertumbuhan perkembangan manusia.

Oleh: Maswan

BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM, MEMULAI BERWIRASWASTA

By LKP AL-QOLAM | At 11:05 | Label : | 1 Comments
ebagai seorang Islam, harus meyakini bahwa, kalimat BISMILLAHIR RAHMAANIRRAHIIM adalah alat yang dapat digunakan untuk membuka kunci, dari segala kunci. Rangkaian kata yang terdiri dari Bismillah, Al Rahman dan Al Rahiim, ini adalah bahasa Allah Subhaanahu Wa Ta’alaa (SWT), sebagai bahasa pembuka untuk melakukan segala perbuatan dan atau segala persoalan. Kalimat ini, bagi orang Islam sudah melekat sejak kecil dan terus menjadi pegangan hidup bagi orang yang mempunyai keyakinan kuat kepadaNya
Bismillaah yang berarti dengan menyebut Nama (Asma) Allah, Al Rohman berarti Yang Maha Pengasih, dan Al Rahiim berarti Yang Maha Penyayang. Bismillaahirrahmaanirrahiim berarti dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dalam terminologi bahasa, kalimat ini memberikan kesejukan hati bagi penyebut atau pengucapnya, karena ada konotasi makna bahwa kalimat ini adalah kalimat komunikasi yang langsung berhubungan dengan Sang Khalik yang sangat mengasihi dan menyayangi ummatNya. Dalam bahasa psikologi, kasih sayang adalah bahasa cinta. Cinta-kasih adalah kebutuhan batin yang setiap saat harus melekat, jika seseorang ingin hidup dengan bahagia. Dalam bahasa kehidupan sehari-hari, yang sering disampaikan para muballigh bahwa cinta kasih merupakan mengejawantahan dari semangat dan gairah hidup manusia. Drs.H.Akhirin Ali, M.Ag, selaku muballigh dan juga sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara, pernah memberi wejangan berkaitan dengan kata cinta (seneng-jw Red). Dengan cinta; barang abot dadi entheng (barang berat menjadi ringan), jarak adoh dadi cedhak (jarak jauh menjadi dekat), roso panas dadi adhem (rasa panas menjadi dingin) dan sirah mumet dadi ilang (kepala pusing menjadi hilang) goro-goro seneng (gara-gara ada rasa senang). Inilah keampuhan rasa cinta atau senang jika melekat pada diri manusia.
Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang yang kita sebut dalam setiap kita mengawali bekerja, merupakan pengakuan kita untuk berlindung dan pasrah kepadaNya Dalam arti yang sebenarnya, setiap gerak laku kehidupan kita, selalu mengharapkan ridloNya, agar semuanya beres dan berkah.
Kasih sayang atau cinta Allah kepada manusia ciptaanNya, tanpa batas dan tanpa ukuran banyaknya. Pemberian Allah kepada manusia berupa fisik dan psikhis (lahir dan batin) dengan segala kelengkapannya secara utuh, tidak ternilai harganya bila dibandingkan dengan uang dan harta kekayaan. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan kesatuan sistem yang lengkap baik berupa fisik tubuh yang terdiri dari beberapa komponen; kepala, tangan, perut, kaki dan lainnya, serta secara psikhis dilengkapi indra, pikir, karsa dan lain-lainnya, adalah bukti kasih sayang Allah kepada ciptaanNya. Kata syukur pantaslah diucapkan untuk ditujukan kepada Allah Sang pembuat manusia. Dan kata syukur yang terucap itu pun harus diwujudkan dalam prilaku yang sesungguhnya, yaitu diaktualisasikan dalam bentuk pengabdian dan berbakti kepadaNya, dengan cara beribadah.
Setiap melakukan aktifitas, kita dengan mengucap Bismillah, mempunyai makna kekuatan, jika kita landasi dengan keyakinan penuh. Yakni sepenuh hati bahwa kita berbuat ini atas kehendak Allah, yang akan menghasilkan suatu yang bermanfaat untuk diri sendiri dan juga untuk kepentingn orang lain. Dengan membaca bismillah, gerbang pintu akan terbuka untuk kita lewati, kita masuki dan kita memulai pada aktifitas kehidupan yang baru. Maka dengan kasih sayang Allah, segala urusan akan berjalan lancar.
Awal dari membaca buku ini, mulailah dengan bismilah. Membaca buku berjudul Memutus Lingkaran Setan KEMISKINAN ini, untuk mengantarkan pembaca menjadi orang yang sukses belajar dan bekerja, dengan landasan sikap mental dan hidup BERWIRASWASTA. Kiat sukses untuk mengantarkan ke kehidupan yang lebih maju dan berhasil, jika ada landasan keyakinan diri kapada Allah, kemauan keras untuk melangkah dengan pasti, tanpa ada keragu-raguan hidup. Berani melangkah dan mencoba sesuatu yang belum pernah kita lakukan, adalah pekerjaan yang berat. Ya, sesuatu yang berat jika kita tidak mendasarkan diri pada landasan kecintaan terhadap pekerjaan yang akan kita lakukan. Nanum, jika cinta kasih melekat pada diri ini, dan kasih sayang Allah sebagai landasannya, pekerjaan apa saja terasa ringan. Inilah kekuatan cinta! Maka menumbuhkan cinta kasih kepada sesama haruslah dilakukan, jika menginginkan hubungan yang harmonis.
Suatu pekerjaan yang belum pernah ditangani dan dikerjakan tampaknya terlalu sulit untuk dilakukan. Apa dapat kita melakukan pekerjaan yang sulit? Jawabannya dapat, jika kita mempunyai kemauan untuk memulai. Kalimat, ”Di mana ada kemauan di situ akan ada jalan”. adalah kalimat kunci dalam setiap melangkah untuk memulai pekerjaan. *************

Oleh: Maswan

KETRAMPILAN ADALAH SUMBER PENGHIDUPAN

By LKP AL-QOLAM | At 11:03 | Label : | 0 Comments
Orang-orang yang mempunyai jiwa wiraswasta, selain mempunyai sikap petualang dan semangat kerja tinggi, juga mempunyai beberpa ketrampilan sebagai pegangan hidup. Arti trampil adalah manusia yang dapat melakukan tindakan, aktifitas atau pekerjaan dengan cekatan, gesit, lincah dan mampu menemukan teknik bertindak dengan sistematis. Orang yang trampil adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pekerjaan dalam segala bidang sehingga dapat memperoleh hasil ide, gagasan, cipta dan karya yang dapat dinikmatinya sendiri dapat mengembang ke orang lain.
Untuk mengantarkan menjadi orang yang trampil haruslah ditempuh lewat proses pendidikan dan latihan. Anak sekolah, terutama lulusan SLTA dan sarjana dari Perguruan Tinggi, agar mempunyai ketrampilan hidup, hendaknya dididik dan dilatih dalam wadah pemdidikan kewiraswastaan yang langsung dapat diterapkan dalam dunia usaha. Pendidikan wiraswasta yang selama ini diajarkan kepada siswa atau mahasiswa hanya sekedar teori yang cenderung verbalisme.
Sekarang, lepas dari itu semua, jika kita ingin sukses dalam kehidupan yang terlampau ketat persaingannya ini, maka dengan mengucap bismillah, mulailah berpikir kreatif untuk menapak masa depan dengan semangat dan etos kerja dengan landasan filsafat hidup, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib kita, jika kita tidak berusaha untuk merubahnya sendiri. Bekal apa yang kita siapkan, untuk merubah nasib tersebut? Tentu saja dengan bekal hidup pemberian Tuhan yang berbentuk fisik sehat dan akal sehat. Inilah bekal hidup yang kita gunakan untuk melangkah ke depan. Dan sikap berani mengambil resiko apa yang terjadi.
Kita yang mempunyai tubuh sehat dan normal, serta pikiran yang normal untuk diarahkan pada suatu bentuk ketrampilan apa saja, tentulah akan membuahkan kekaryaan. Penguasaan ketrampilan hanya ada pada orang yang fisiknya sehat dan pikirannya normal. Selagi kita normal baik secara fisik dan psikhis, maka haruslah menguasai satu atau lebih ketrampilan, misalnya dalam bidang pertukangan, ukir kayu, sablon, dekorasi, lukisan, kaligrafi, menjahit, membatik, dan lain sebagainya. Sederet bidang ktrampilan lewat tangan yang digerakkan oleh pikiran ini, jika sudah dianggap mempunyai nilai jual, maka berarti ketrampilan ini sudah dapat digunakan untuk modal dalam kehidupan . Pemenuhan kebutuhan akan teratasi dari ketrampilan yang kita miliki, asal kita mau melakukan, tanpa dihantui rasa malu, takut, cemas dalam mempraktekkan ketrampilan tersebut.
Akan berpeluang sukses lebih besar, jika kita mempunyai ketrampilan berpikir. Berimajinasi dan berkreatifitas mencari ide-ide baru dalam dunia usaha dan pekerjaan. Trampil mencetuskan ide-ide kreatif dalam dunia usaha, memang sangat dibutuhkan nyali yang tinggi dan beban psikologis cukup berat. Kunci yang harus dipegang dalam kreatifitas ini, adalah keberanian, sekali lagi keberanian untuk memulai suatu pekerjaan yang belum sama sekali dilakukan, dalam hal ini unsur spekulasi sangat tinggi. Yang pasti setiap orang, jika mempunyai keberanian untuk melangkah, akan ditemukan jalan yang cukup longgar, manakala kita tetap waspada dan terus berpikir akan keberhasilannya.

Lingkaran Setan Harus Dipotong
Siswa SLTA kelas tiga atau sekarang disebut kelas duabelas (seperti Anda-pembaca) di pedesaan, jika ditanya oleh guru, ”Siapa yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi?” Hampir semuanya mengangkat tangan, dengan menjawab ”berminat”. Jumlah yang berminat hampir 90% lebih. Tetapi kalau ditanya, ”Setelah tamat nanti, Anda kuliah atau tidak?”. Jawaban yang paling banyak adalah dengan kata ”tidak”. Pertanyaan berikutnya, ”Mengapa tidak kuliah?” Jawaban yang paling umum terucap adalah ”tidak ada biaya.” Dan seterusnya pertanyaan dikejar, berakhir dengan jawaban ”kami dari anak orang miskin, Pak!”.
Secara kodrati, lulusan SLTA rata-rata berkeinginan untuk kuliah di Perguruan Tinggi, baik yang pandai, sedang dan bodoh. Dan juga, minat dan keinginan berlaku sama antara anak orang kaya dengan anak orang miskin. Ini menandakan, bahwa kebutuhan untuk sekolah lebih tinggi bagi anak-anak masa usia sekolah adalah sangat besar. Hanya persoalannya, faktor yang paling banyak dijumpai adalah ketidakmampuan untuk membayar biaya pendidikan. Hal semacam ini, jelas bahwa mereka yang terlahir dari keluarga miskin, tidak pernah akan memperoleh pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Sementara perguruan tinggi hanya diperuntukkan bagi mereka yang berasal dari keluarga yang ekonominya sedang dan atas (orang-orang kaya).
Ini kenyataan hidup yang sangat pahit dirasakan oleh orang-orang miskin. Awas, dan ingat! Anda jangan protes dan menyalahkan Tuhan. Karena Tuhan sudah memberi petunjuk dan jalan, ”gunakan akal cerdas dan ketrampilanmu, jika ingin sukses hidup kaya,”
Lepas dari rasa kecewa atau tidak, adanya diskriminasi kehidupan yang tergambar di atas, yang kaya dapat sekolah, yang miskin terpinggirkan. Ya, ini memang diskriminasi kehidupan, ini namanya hukum sebab akibat (causalitas). Dinasti dari keluarga kaya akan melahirkan keturunan pandai, pandai berakibat maju (peradaban tinggi), maju berakibat kaya karena mempunyai peluang, yang kaya akan pandai demikian putarannya. Sementara pada sisi lain, dari dinasti keluarga miskin akan berputar seperti lingkaran setan, kemiskinan melahirkan kebodohan (tidak bisa sekolah), kebodohan berakibat terbelakang karena tersingkirkan , terbelakang berakibat miskin, miskin berakibat bodoh lagi karena tidak sekolah dan begitu putaran hidup seterusnya.
Lingkaran setan bagi orang miskin tersebut harus dipotong talinya, sehingga tidak terkait terus secara berurutan yang berputar terus tanpa ujung. Lantas yang memotong siapa? Ya, yang dapat memotong tali kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan ini satu-satunya adalah kita yang miskin ini. Kita (yang miskin) sendiri, dengan cara membangun pilar kekuatan dan keberanian melangkah sekalipun dengan beban berat. Jiwa wiraswasta dikobarkan dalam diri kita. Karena bergantung pada pemerintah dan orang-orang kaya, rasanya kondisi seperti ini kemungkinannya sangat kecil.
Di awali, minat atau keinginan untuk sekolah di perguruan tinggi harus terus dipegang dan dikobarkan. Jangan dilepaskan, terus dikobarkan semangat memperoleh pendidikan tinggi. Sekalipun belum ada biaya. Minat sekolah yang tinggi tersebut harus ada, dan dibarengi dengan semangat berpikir dan pencarian ide untuk bekerja. Dua aspek yang terpisah ini, dipaksakan untuk selalu beriringan. Mulailah dengan rumusan prinsip hidup yang pasti, ”SAYA HARUS BEKERJA UNTUK SEKOLAH, dan atau SAYA HARUS KULIAH SAMBIL BEKERJA”
Rumusan prinsip hidup di atas, akan terwujud jika disiapkan sejak awal dengan perbekalan ketrampilan, membangun karsa (kemauan) kuat, dan image untuk merubah kehidupannya di atas kakinya sendiri, tanpa mengucap ”orang tua saya miskin”. Sekali lagi jangan menyalahkan orang tua Anda, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Syukurilah bahwa Anda dihidupkan oleh Allah perantara orang tua Anda, dengan kesempurnaan. Konsep berpikir atau falsafat hidup, bahwa kita ini adalah orang-orang yang pandai bersyukur. Ingat, masih banyak segi kehidupan yang dapat kita bangun dan kita tangani untuk kepentingan masa depan yang cerah untuk diri kita sendiri, jika ada KEMAUAN
 
By:Maswan
 

MEMBANGUN JIWA WIRASWASTA, DENGAN KEYAKINAN

By LKP AL-QOLAM | At 11:00 | Label : | 0 Comments
Wiraswasta berasal dari bahasa Sansekerta, kata wira = berani. swa = sendiri, sta = berdiri. Wiraswasta berarti berani berdiri atas kemampuan yang dimiiki sendiri, tanpa bergantung sepenuhnya kepada orang lain.
Wiraswasta yang kita pahami adalah suatu tindakan atau pekerjaan yang tidak bergantung pada orang lain. Prinsip dasar kemandirian merupakan ciri dari orang-orang yang berwiraswasta. Dalam konsep dasar ini, mental wiraswasta tidaklah seperti mental priyayi yang maunya hanya memerintah, juga tidak sama dengan mental punokawan (pembantu), yang setiap perbuatannya atas perintah majikannya tanpa ada inisiatif sama sekali. Mental wiraswasta adalah mental petualang dan pemikir kreatif, semangat kerja tinggi dan tidak pernah berhenti bekerja.
Sebenarnya jika kita cermati sikap mental dan jiwa wiraswasta adalah sikap mental manusia yang mempunyai daya penggerak (daya kebangkitan) untuk mengerahkan segala potensi yang dimilikinya untuk membangun kehidupannya sendiri. Dengan bekal ketrampilan, baik trampil berpikir, trampil berbuat dan trampil mencari terobosan-terobosan kegiatan baru yang mampu menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa harus menadah tangan kepada orang lain seluruhnya. Pertolongan orang lain tetap dibutuhkan, tetapi tidak sebagai gantungan “benalu kehidupan” untuk selamanya.
Prinsip hidup orang yang berjiwa wiraswasta adalah setiap kebangkitan gerakan olah tubuhnya akan menghasilkan sesuatu produk atau hasil yang bermanfaat pada dirinya. Hukum kausalitas atau hukum sebab akibat diyakini penuh sebagai pegangan oleh para wiraswastawan. Setiap orang yang belajar akan menjadi pandai, setiap orang yang bekerja keras akan menghsilkan produk atau uang (imbalan), setiap orang yang semangat berjuang akan sukses dalam hidupnya. Tentu saja bangkit dan gerakannya ini harus dibarengi dengan keyakinan penuh, jerih payah yang sungguh-sungguh, dan semangat membangun karsa yang kuat dengan landasan ridlo Allah dan belas kasih sayangNya. Kalau semua tersebut dikerahkan secara maksimal, untuk meraih sukses tinggal menunggu waktu. Sekolah sambil bekerja, jika dilakukan tanpa beban akan menghasilkan kesuksesan nikmat luar biasa.

Pendidikan Wiraswasta
Pendidikan yang kita jalani saat ini, setelah tamat, belumlah dapat menjamin kelangsungan hidup untuk mengatasi persoalan kebutuhan, terutama kebutuhan ekonomi. Konsep pendidikan kita adalah konsep pendidikan semu, yang belum menjamin siap pakai bekerja. Secara umum lulusan SD, SLTP dan SLTA masih belum mampu menjadi orang yang mandiri di masyarakatnya. Untuk mengantisipasi keadaan ini, sebenarnya pendidikan wiraswasta merupakan alternatif penawaran untuk diprogramkan dalam pengembangan kurikulum di tingkat SD, SLTP, SLTA bahkan juga di Perguruan Tinggi (PT). Karena banyak lulusan sekolah seperti lulusan SLTA dan SARJANA yang belum siap pakai untuk bekerja dan bahkan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah terjun di masyarakat. Ironis !
Menurut Dr. Suparman Sumahamijaya, dalam buku MEMBINA SIKAP MENTAL WIRASWASTA, menyatakan bahwa, “pendidikan wiraswasta adalah pendidikan yang bertujuan untuk menempa bangsa Indonesia sesuai dengan kepribadian Indonesia yang berdasar Pancasila. Kewiraswastaan bukanlah hanya sekedar entrepreuneur dalam arti pengusaha, akan tetapi titik beratnya terletak pada pembentukan watak maju dan pembinaan mental maju yang dimulai dari usaha mengendalikan diri dan membersihkan diri dari sikap negatif (miskin) untuk membentuk dan mengembangkan sikap mental maju dan berhasil”.
Dalam pembentukan sikap mental maju, maka seseorang harus terus dilatih berpikir, bersikap, bertindak yang dilandasi dorongan kemauan keras untuk merubah kehidupannya yang lebih layak sesuai dengan tuntutan jaman yang mengharuskan ikut bersaing ketat dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup sejahtera dan bahagia. Proses pembentukan sikap positif (maju) dan sikap mental mandiri bagi setiap manusia harus dilatih sejak kecil di dalam keluarga. Kebebasan berkreasi dan latihan berpikir cerdas haruslah ditanamkan sejak kecil, sehingga aktifitas tersebut menjadi miliknya dalam kehidupan sehari-harinya. Jiwa wiraswasta harus dipola mulai anak lahir sampai menjelang dewasa.
Untuk mengantarkan ke arah itu (wiraswasta), maka dapat ditempuh dengan meresapi beberapa pernyataan-pernyataan kalimat pendorong di bawah ini:
1. Setiap manusia mempunyai perangkat potensi yang dapat dibina dan dibangun ke arah wiraswasta.
2. Kekuatan wiraswastawan terletak pada ketahanan dan keberanian mentalnya untuk melangkah maju.
3. Jiwa kewiraswastaan adalah sikap mental berani menanggung resiko apa yang diperbuatnya sendiri.
4. Prinsip hidup wiraswasta adalah:
a.Di mana ada kemauan di situ ada jalan.
b.Allah (Tuhan) bersama kita, dan kasih sayangNya memberi kekuatan semangat bekerja atau berbuat
c.Hasil dapat diperoleh kalau sudah pernah melakukan pekerjaan dengan penuh kesungguhan.
d.Manusia dapat sukses, karena didorong oleh daya kreatif, daya pikir cerdas dan kemauan keras untuk melakukan cipta-karya.
r.Kemiskinan selain kehendak Allah, karena diakibatkan oleh kebodohan dan kemalasannya.
5. Jiwa wiraswasta dapat dibentuk lewat proses pendidikan dengan metode latihan dn latihan terus menerus. Latihan dalam arti yang luas, adalah latihan menemukan ide, latihan berpikir, latihan membaca keadaan, latihan berkarya, latihan memahami orang lain, latihan menghadapi tantangan kehidupan dan latihan-latihan lainnya.
6. Jiwa wiraswasta selalu belajar memahami apa maunya orang hidup dan untuk apa hidup ini.
7. Jiwa wiraswasra adalah sikap mental yang senang belajar dari keberhasilan orang lain, dan ikut mencari celah dan pola lainnya untuk dapat berhasil seperti yang dilakukan orang yang berhasil tersebut.
Untuk pedoman pegangan dalam melangkah ke dunia kewiraswastaan, ada beberapa kalimat yang patut kita cermati dari Suparman (1980:9), sebagai ciri-ciri orang yang berjiwa wiraswasta, antara lain:
1. Tahu apa maunya, dengan merumuskannya, merencanakan upayanya dan menentukan program batas waktu untuk mencapainya.
2. Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif.
3. Siap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan serta siap mental dan kesiapan kompetisi untuk memenuhi persyaratan kemahiran mengerjakan sesuatu yang positif.
4. Membiasakan diri bersikap mental positif maju dan selalu bergairah dalam setiap pekerjaan.
5. Mempunyai daya penggerak diri yang selalu menimbulkan inisiatif.
6. Bersedia membayar harga kemajuan yaitu kesediaan berjerih payah.
7. Memajukan lingkungannya dengan menolong orang lain, agar orang lain dapat menolong dirinya sendiri.
8. Membiasakan membangun disiplin diri, bersedia menabung dan membuat anggaran waktu dan uang.
9. Tahu mensyukuri dirinya, memanfaatkan waktu dan membangun lingkungannya.
10. Selalu menarik pelajaran dari kekeliruan, kesalahan da pengalaman pahit, serta selalu berkeprihatinan.
11. Menguasai salesmanship (kemampuan menjual), memiliki kepemimpinan dan kemampuan memperhitungkan resiko serta mengamalkan landasan falsafah bangsa.
12. Berwatak maju dan cerdik serta percaya pada diri sendiri.
13. Menyadari arti masterplan dan teamwork, serta membiasakan memberi lebih dari yang diterima.
14. Mampu memusatkan perhatiannya terhadap setiap tujuan.
15. Berkepribadian yang menarik, seni berbicara dan seni bergaul.
16. Jujur, bertanggung jawab, ulet, tekun dan terarah.
17. Memperhatikan kesehatan hati dan jiwa
18. Menjauhkan diri dari sifat iri, rakus, dendam, takut disaingi, khawatir dan ragu-ragu.
19. Tunduk dan bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan ridlonya, beriman dan memperhatikan hukum alam, peraturan dan hukum yang berlaku sebagai pedoman.
20. Tangguh menghadapi persaingan.
Kalimat-kalimat di atas, merupakan ajaran bagi kita yang punya kepedulian terhadap jiwa wiraswasta. Sebenarnya yang perlu kita kaji, bukan kalimatnya, tetapi muatan nilai-nilai yang terkandung dalam menggerakkan jiwa dan sikap mental kita untuk berjuang hidup demi kehidupan kita secara mandiri, tanpa bergantung orang lain.
Jika kita ini, anak dari orang yang berjiwa wirswasta maka tidak hanya orang tua sajalah yang bekerja, sementara kita (anak-anaknya) hanya menadah tangan tanpa membantunya. Memahami sepenuhnya, kalau orang tua tidak berada (miskin), atau tidak ada sesuatu yang diberikan untuk anaknya, maka ”anak jangan berontak”, menyalahkan orang tuanya, bahkan mempersoalkan mengapa hidup ini terlahir dari orang tua miskin? Ini jiwa kerdil namanya, yang tidak memahami tentang arti hidup yang sebenarnya. Jiwa wiraswasta bagi anak, adalah sikap keprihatinan, memiliki pemahaman hidup, menerima ketentuan Tuhan, tetapi tetap mempunyai etos kerja tinggi dan ingin maju. Sebagai kompensasinya, untuk menutupi ketidakmampuan dan kekurangan orang tuanya, haruslah mampu bangkit ikut berdiri menjadi pilar penyangga keluarga. Ini namanya anak yang dijuluki mikul dhuwur, mendhem jero (mengangkat tinggi-tinggi dan menggali dalam-dalam) tentang harkat dan martabat orang tuanya. Tidak hanya sekedar menadah tangan, tanpa memahami apa pekerjaan dan berapa peghasilan orang tuanya. Dan berakhir dengan menyalahkan kodrat Tuhan.

Oleh: Maswan

PROSEDUR PENGAJUAN IJIN PENDIRIAN TAMAN PENITIPAN ANAK DAN KELOMPOK BERMAIN (PAUD)

By LKP AL-QOLAM | At 10:48 | Label : | 0 Comments
1. Lembaga Penyelenggra PAUD mengajukan ijin ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota cq. Dinas Pendidikan Tingkat Kabupaten/Kota atau Dinas Perijinan. Setelah mendapat Rekomendasi Teknis dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Untuk itu langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh penyelenggara PAUD adalah :
a. Penyelenggra mengisi Borang/Formulir dan melengkapi Pengajuan Ijin Pendirian Taman Penitipan anak/kelompok bermain (Form PAUD 1-01 sampai Form PAUD 1 -06)borang disediakan oleh penilik Dikmas/TLD Dikmas Di Kecamatan
b. Penyelenggra harus mendapat persetujuan dan rekomendasi dari kelurahan/Desa setempat (Form PAUD 1 -07)
c. Penyelenggara PAUD harus mendapat persetujuan dan rekomendasi dari cabang Dinas Pendidikan kecamatan melalui Penilik Dikmas/TLD di Kecamatan tersebut (FORM PAUD 1-08)
d. Penyelenggara mengajukan Borang yang terisi ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Kabupaten /Kota. Penyelenggara menerima tanda terima borang pendaftaran (Form PAUD 1 – 09)
e. Dalam hal ijin dikeluarkan oleh Dinas Perijinan Kabupaten/kota. Dinas Pendidikan langsung memproses pengajuan ijin tersebut
f. Dalam hal ijin dikeluarkan oleh Dinas Perijijanan Kabupaten/Kota
Penyelenggra harus melampirkan hal-hal berikut dalam pengajuan pendirian PAUD
1. Copy akte PKBM/Yayasan oleh notaris
2. Identitas PKBM dan Lembaga Pendidikan (From PADU-02)
3. Daftar tenaga Pendidik dan Kualifikasinya (From PADU 1-03) dilampiri Copy Ijazah dan atau Sertifikasi masing-masing tenaga Pendidikan.
4. Rencana Jadwal kegiatan Pembelajaran
5. Gambaran situasi dan Gedung (Form PADU 1-04)
6. Surat Ketarangan tentang status tanah dan Bangunan
7. Keterangan kondisi Perlengkapan Pendidikan (Form PADU1-05)
8. Keterangan Kondisi sarana dan Perlengkapan Pendidikan (Form PADU 1-06)
9. Surat Rekomendasi dari Pemerintah Dasa/Kelurahan setempat (Form PADU 1-07)
10. Surat Rekomendasi dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kematan setempat(Form PADU 1-08)
11. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pengelola

  1. Contoh Visi dan Misi Lembaga, Yayasan
  2. Contoh Misi Lembaga PKBM
  3. Contoh Anggaran Rumah Tangga Yayasan, LSM, PKBM
  4. Contoh Angaran Dasar Yayasan, LSM, PKBM
  5. Contoh Struktur Lembaga Yayasan, LSM, PKBM
  6. Contoh Struktur PKBM Berdiri Sendiri
  7. Contoh Struktur PKBM di Bawah Yayasan


CARA MENDIRIKAN YAYASAN/LSM/PKBM/KURSUS

By LKP AL-QOLAM | At 10:40 | Label : | 0 Comments
Dengan adanya legalitas lembaga suatu kegiatan akan terfokus, terarah, dan dapat mencapai misi dan visinya, legalitas suatu badan akan mempunyai nilai plus tersendiri, baik itu dimata kolega maupun lembaga yang lain yang menjadi mitra kerjanya, oleh kerena itu sekiranya kita dapat membagi atau share bagi siapa yang ingin membangun suatu lembag, untuk mendirikan suatu yayasan atau lembaga yang lain memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya :
YAYASAN/LSM
Ada Dewan Pembina minimal 1 orang
Dewan Pengawas Minimal 1 orang
Ada pengurus harian yang terdiri dari ketua, bendahara dan sekretaris
Photo Copy KTP semua anggota Yayasan/LSM
Surat Domisili Lembaga dari Kepala Desa Setempat
(Semua ini dibawa ke Notaris)
Notaris akan membuat copian Akta untuk persyaratan Pembuatan NPWP (peryaratan sama dengan diatas)
Pengesahan ke DEPKUMHAM Jakarta (Setahun baru keluar) oleh Notaris,
Untuk biaya pembuatanb Akta Notaris sekitar Rp. 300.000,-
Untuk biaya pengurusan ke Jakarta relative tergantung negonya ama Notaris biasanya 2 juta keatas
Catatan :
Tapi selama menunggu pengesahan dari Depkumham, lembaga sudah dianggap legal karena telah memiliki akte Notaris.
Segera untuk melengkapi legalitas lembaga dengan membuat AD/ART lembaga, Formatur Lengkap, Struktur Lembaga, Pengurusan Rekening Lembaga, Stempel Lembaga, dll.
LEMBAGA KURSUS, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)/TBM (Taman Belajar Masyarakat), PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), DLL
Ada Dewan Pembina minimal 1 orang
Dewan Pengawas Minimal 1 orang
Ada pengurus harian yang terdiri dari ketua, bendahara dan sekretaris
Photo Copy KTP semua anggota Yayasan/LSM
Surat Domisili Lembaga dari Kepala Desa Setempat
(Semua ini dibawa ke Notaris)
Notaris akan membuat copian Akta untuk persyaratan Pembuatan NPWP (persyaratan sama dengan diatas)
Mengurus Surat Izin Operasi Dari Dinas Pendidikan Kabupaten Setempat


  1. Contoh Visi dan Misi Lembaga, Yayasan
  2. Contoh Misi Lembaga PKBM
  3. Contoh Anggaran Rumah Tangga Yayasan, LSM, PKBM
  4. Contoh Angaran Dasar Yayasan, LSM, PKBM
  5. Contoh Struktur Lembaga Yayasan, LSM, PKBM
  6. Contoh Struktur PKBM Berdiri Sendiri
  7. Contoh Struktur PKBM di Bawah Yayasan

Materi Unduhan Blockgrant

By LKP AL-QOLAM | At 10:16 | Label : | 0 Comments
Materi Unduhan Blockgrant   Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan
 Silahkan KLik Disini

Statistik

By LKP AL-QOLAM | At 10:09 | Label : | 0 Comments
I. PENDAHULUAN
Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara wajib menyediakan layanan pendidikan bermutu bagi semua warga negara. Di sisi lain, setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender.

Pendidikan nonformal, sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan, diarahkan untuk memberika layanan pendidikan kepada masyarakat yang belum sekolah, tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah, dan kelompok masyarakat lain yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat terpenuhi melalui jalur pendidikan formal. Dengan demikian pendidikan nonformal dapat berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mewujudkan pendidikan sepanjang hayat.

Pembinaan kecakapan hidup dan kursus, sebagai salah satu program pendidikan nonformal, bertujuan mengembangkan keterampilan, kecakapan, dan profesionalisme warga belajar untuk bekerja dan/atau beusaha secara mandiri. Selain itu, program ini diharapkan dapat mengembangkan kapasitas kelembagaan kursus dan pelatihan agar memiliki daya saing internasional.

Prinsip fondamental dari penyelenggaraan pendidikan nonformal adalah partisipasi aktif masyarakat. Oleh karena itu, keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang efektif, efisien, dan akuntabel menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat penyelenggara pendidikan dan pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, pencitraan kelembagaan yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mutlak yang harus dapat dipenuhi oleh setiap penyelenggara pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah pusat berperan memberikan fasilitasi dan pengendalian dalam penjaminan mutu.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah penataan dan pengembangan sistem pendataan dan informasi untuk mendukung pengelolaan dan koordinasi, baik di tingkat pusat, daerah, penglola, dan penyelenggara. Untuk itu, pada tahun 2007, telah dilakukan pengumpulan data kursus. Publikasi ini merupakan hasil dari pendataan tersebut dan disusun dengan tujuan memberikan informasi kepada semua pihak mengenai lembaga kursus yang ada di Indonesia, khususnya data jumlah lembaga, peserta, lulusan, pendidik, dan prasarana.

Data yang disajikan dalam publikasi ini mencakup data lembaga, peserta, lulusan, pendidik, dan prasarana pendidikan dari seluruh lembaga kursus yang ada di Indonesia. Data yang disajikan adalah data nasional dengan rincian tingkat provinsi. Data lembaga dirinci menurut status perijinan, status kepemilikan, dan ujian yang diselenggarakan. Data peserta dirinci menurut jenjang pendidikan, kegiatan utama, dan jenis kelamin. Lulusan dirinci menurut jenis ujian dan jenis kelamin. Pendidik dirinci menurut kewarganegaraan, jenjang pendidikan, status kepegawaian, dan sertifikat profesi yang dimiliki. Data prasarana yang disajikan mencakup kepemilikan gedung dan ketersediaan ruang teori dan ruang praktek.

II. METODOLOGI
Populasi dalam pengumpulan data ini adalah seluruh lembaga kursus yang ada di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan ke seluruh sumber data, yaitu lembaga kursus, melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, selanjutnya dirangkum oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Data yang dikumpulkan adalah data kegiatan di lembaga kursus selama 1 tahun terakhir. Artinya, jumlah peserta yang dilaporkan tidak hanya peserta yang pada saat pengumpulan data masih tercatat sebagai peserta, melainkan termasuk peserta pernah tercatat sebagai peserta dalam waktu 1 tahun terakhir. Demikian pula jumlah lulusannya. Bila dalam kurun waktu tersebut lembaga kursus melaksanakan 2 kali ujian, jumlah lulusan yang dilaporkan adalah jumlah lulusan dari 2 ujian tersebut.

Meskipun dirancang pengumpulan data dilakukan di seluruh Indonesia, dalam pelaksanaannya data dari Provinsi Maluku Utara tidak masuk sama sekali. Dengan demikian data yang disajikan dalam publikasi ini hanya mencakup 32 provinsi saja.

Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan bekerjasama dengan Pusat Statistik Pendidikan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriptif.

III. HASIL
Di seluruh Indonesia terdapat 13.446 lembaga kursus yang tersebar di seluruh Indonesia. Seluruh lembaga kursus tersebut memiliki 90.946 orang pendidik yang melayani 1.348.565 peserta. Dari lembaga kursus yang ada di Indonesia lebih dari setengahnya (59,50%) berada di Pulau Jawa, khususnya Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur.

A. LEMBAGA
Dari 13.446 lembaga kursus yang ada di Indonesia, 11.207 lembaga (83,35%) sudah memiliki ijin operasi. Sisanya, sebesar 10,20% lembaga sedang dalam proses mengurus ijin dan 6,45% lembaga belum memiliki ijin (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga kursus sudah resmi dan dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya. Lembaga yang belum memiliki ijin perlu dibina dan didorong untuk segera mengurus perijinannya. Status perijinan lembaga memberikan kepastian bagi peserta untuk mendapatkan layanan pendidikan dan sertifikat yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja.
Gambar 1. Lembaga Menurut Status Perijinan
Jumlah lembaga kursus keseluruhan sebanyak 13.446 dengan rincian sebanyak 9.209 (68,49%) berstatus perseorangan, 4.164 (30,97%) berstatus yayasan atau badan hukum lain dan 73 atau (0,54%) adalah dengan status kerjasama dengan lembaga asing. (Gambar 2)
Gambar 2. Lembaga Menurut Status
Dari jumlah kursus yang statusnya kerjasama dengan lembaga lain hanya terdapat di 8 (delapan) provinsi. Kedelapan provinsi tersebut adalah Banten, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengan dan Jawa Timur.
B. PESERTA
Jumlah peserta kursus mencapai 1.348.565 orang yang terdiri dari peserta laki-laki sebanyak 598.277 atau (44,36%) dan perempuan sebanyak 750.288 atau (55,64%). Dari keseluruhan peserta kursus tersebut terdiri dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai S2 atau S3. Dilihat dari persentase peserta didik ternyata peserta dengan tingkat pndidikan SMA menempati urutan pertama yaitu sebesar 45,51%, kemudian diikuti tingkat pendidikan SMP sebesar 22,97%, SD 17,84%, S2/S3 sebanyak 10,11% dan terkecil adalah tingkat pendidikan S1 yaitu sebesar 5,42. Yang cukup menarik adalah bahwa jumlah peserta kursus dengan tingkat pendidikan S2/S3 ternyata hampir dua kali bila dibandingkan dengan S1. (Gambar 3)
Gambar 3. Peserta Kursus Menurut Pendidikan
Secara keseluruhan jumlah peserta laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi apabila diperhatikan setiap provinsi maka ada dua provinsi yaitu provinsi Papua dan Papua Barat jumlah peserta kursus laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Peserta kursus dengan status masih sekolah menempati urutan pertama yaitu sebesar 70,88%, kemudian peserta dengan status bekerja (16,07%) dan diurutan terakhir adalah dengan status lain-lain (13,04%). Peserta kursus dengan ststus sekolah ini adalah berupa bimbingan belajar. Peserta kursus dengan tingkat pendidikan S1 dan S2/S3 ternyata didominasi oleh provinsi DKI Jakarta.
C. LULUSAN
Penyelenggaraan ujian kursus dapat dibedakan menjadi (4) empat macam yaitu ujian lokal/lembaga (79,50%0, ujian nasional (17,50%), ujian internasional (1,79%) dan ujian kompetensi atau profesi (1,21%). (Gambar 4). Dari keempat jenis ujian tersebut berhasil meluluskan sebanyak 798.845 atau (90,14%), ujian nasional 78.942 atau (8,91%) dan ujian internasional sebanyak 8.398 atau (0,95%). (Gambar 5).
Gambar 4. Kursus Menurut Ujian Yang Diselenggarakan
Sesuai dengan jumlah peserta kursus menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak dibanding laki-laki maka demikian pula pada jumlah lulusan yaitu 497.637 atau (56,15%) perempuan dan 388.548 atau (43,85%). Walaupun secara global jumlah lulusan lebih besar perempuan, akan tetapi bila dilihat secara rinci menurut jenis ujian maka untuk kursus dengan ujian internasional lulusan laki-laki lebih besar apabila dibandingkan dengan perempuan yaitu 5.140 atau (61,21%). (Gambar 5).
Gambar 5. Lulusan Menurut Jenis Ujian dan Jenis Kelamin
D. PENDIDIK
Data mengenai tenaga pendidikan mencakup kewarganegaraan, latar belakang pendidikan, status kepegawaian, dan sertifikasi yang dimiliki. Dari 90.946 orang pendidik yang ada, 88.900 pendidik (97,8%) berwarga negara Indonesia (WNI). Sisanya, sebesar 2,2% pendidik berwarga negara asing (WNA) (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi sudah masuk ke industri pendidikan, khususnya kursus. Bila dirinci menurut jenis kelamin, ternyata proporsi pendidik perempuan (53,2%) lebih besar dibanding pendidik laki-laki (46,8%), yang terdiri dari 45,5% WNI dan 1,3% WNA. Proporsi pendidik WNA paling tinggi terdapat di Bengkulu, 12,9%. Di provinsi lainnya proporsi pendidik WNA kurang dari 5%, sedangkan 7 provinsi tidak memiliki pendidik WNA.
Gambar 6. Pendidik Menurut Kewarganegaraan
Dirinci menurut jenjang pendidikan, sebagian besar pendidik (57,0%) berpendidikan S1 (sarjana) dan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidik di lembaga kursus pada umumnya sudah baik. Jumlah pendidikmenurut tingkat pendidikan disajikan pada Gambar 8. Bila dirinci menurut jenis kelamin, hampir di semua jenjang pendidikan, proporsi pendidik laki-laki lebih besar dibanding prosporsi pendidik perempuan, kecuali pendidik berpendidikan S2 dan S3. Proporsi pendidik laki-laki berpendidikan S2 (2,7%) lebih besar dibanding perempuan (1,3%), sedangkan proporsi pendidik berpendidikan S3 sama antara laki-laki dan perempuan, yatu 0,2%.
Gambar 7. Pendidik Menurut Tingkat Pendidikan
Bila dilihat perbandingan antar provinsi, ternyata di 19 provinsi lebih dari 57% pendidik berpendidikan S1 dan yang lebih tinggi, artinya lebih tinggi dari rata-rata nasional. Di 23 provinsi lebih dari 50% pendidik berpendidikan S1 dan yang lebih tinggi. Proporsi pendidik berpendidikan S1 dan yang lebih tinggi tertinggi sebesar 74,3% dan yang terendah sebesar 20,1%.

Bila dilihat jenis kelamin pendidik, tanpa memperhatikan tingkat pendidikan, 46,8% pendidik yang berjenis kelamin laki-laki. Meskipun secara nasional lebih banyak pendidik laki-laki, namun di 8 provinsi pendidik laki-laki lebih banyak dibanding pendidik perempuan. Proporsi pendidik laki-laki tertinggi sebesar 60,4% dan yang terendah sebesar 35,7%.
Gambar 8. Pendidik Menurut Status Kepegawaian
Dirinci menurut status kepegawaian, lebih banyak pendidik yang berstatus pegawai tetap (55,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidik menetap sehingga ada jaminan proses belajar mengajar atau layanan kepada peserta tidak beresiko terhenti karena ketidakberadaan pendidik. Dilihat dari jenis kelamin, baik pendidik yang berstatus pegawai tetap maupun tidak tetap, proporsi pendidik perempuan lebih besar dibanding proporsi laki-laki. Bila dibandingkan antarprovinsi, proporsi tertinggi pendidik berstatus pegawai tetap sebesar 85,9% dan proporsi terendah sebesar 30,9%. Terdapat 17 provinsi memiliki proporsi pendidik berstatus pegawai tetap lebih dari 55,7%, yang berarti lebih tinggi dari angka nasional. Sebaliknya, 11 provinsi memiliki proporsi pendidik berstatus pegawai tetap kurang dari 50%.
Gambar 9. Pendidik Menurut Sertifikat Profesi
Dilihat kepemilikan sertifikat profesi, sebagian besar pendidik memiliki sertifikasi tingkat nasional (83,7%). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidik sudah baik sehingga diharapkan lulusannya diharapkan juga baik. Terdapat 4,1% pendidik yang memiliki sertifikasi internasional. Hal ini merupakan nilai tambah yang perlu terus dikembangkan agar lulusan lembaga kursus mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Sebaliknya, masih ada 12,2% pendidik yang belum memiliki sertifikasi. Pemerintah perlu mendorong lembaga kursus untuk meningkatkan kualitas pendidik dengan memberi motivasi kepada pendidik agar memiliki sertifikasi profesi.

Bila dibandingkan antarprovinsi, proporsi tertinggi pendidik bersertifikat profesi tingkat nasional sebesar 96,7% dan proporsi terendah sebesar 27,6%. Terdapat 15 provinsi memiliki proporsi pendidik bersertifikat profesi tingkat nasional lebih dari 83,7%, yang berarti lebih tinggi dari angka nasional. Sebaliknya, 3 provinsi memiliki proporsi pendidik bersertifikat profesi tingkat nasional kurang dari 50%. Proporsi tertinggi pendidik bersertifikat profesi tingkat internasional sebesar 19,1% dan proporsi terendah sebesar 0,0%. Terdapat 9 provinsi memiliki proporsi pendidik bersertifikat profesi tingkat internasional lebih dari 4,1%, yang berarti lebih tinggi dari angka nasional. Sebaliknya, 6 provinsi memiliki proporsi pendidik bersertifikat profesi tingkat internasional kurang dari 1%. Sebaliknya, proporsi tertinggi pendidik tidak bersertifikat profesi sebesar 72,0% dan proporsi terendah sebesar 2,6%. Terdapat 13 provinsi memiliki proporsi pendidik tidak bersertifikat profesi kurang dari 12,2%, yang berarti lebih rendah dari angka nasional. Sebaliknya, 8 provinsi memiliki proporsi pendidik tidak bersertifikat profesi lebih dari 20%.
E. PRASARANA
Data mengenai prasarana pada lembaga kursus mencakup kepemilikan gedung serta ketersediaan ruang teori dan ruang praktek. Dari seluruh lembaga kursus, 7.282 lembaga (54,2%) memiliki gedung sendiri, 5.271 lembaga (39,2%) masih menyewa gedung untuk kegiatan belajar mengajar, 394 lembaga (2,9%) menggunakan gedung bebas sewa (pinjam), dan 498 lembaga (3,7%) memiliki menggunakan gedung dengan status lainnya (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separo lembaga kursus sudah memiliki gedung sendiri untuk mendukung proses belajar mengajar. Persentase lembaga yang memiliki gedung sendiri bervariasi antarprovinsi. Empat provinsi memiliki lebih dari 60% lembaga yang memiliki gedung sendiri, 11 provinsi memiliki 50%-60% lembaga yang memiliki gedung sendiri, 14 provinsi memiliki 40%-50% lembaga yang memiliki gedung sendiri, dan 1 provinsi dengan kurang dari 40% lembaga memiliki gedung sendiri, tepatnya hanya 25,2%.
Gambar 10. Lembaga Menurut Kepemilikan Gedung
Dari 13.446 lembaga kursus yang ada di Indonesia, 12.646 lembaga (94,1%) memiliki ruang teori dan 11.229 lembaga (83,5%) memiliki ruang praktek (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga kursus sudah melengkapi diri dengan ruang yang memadai bagi pesertanya. Persentase lembaga yang sudah memiliki ruang teori masing-masing provinsi juga cukup tinggi. Enambelas provinsi memiliki lebih dari 95% lembaga yang memiliki ruang teori, 13 provinsi memiliki 90%-95% lembaga yang memiliki ruang teori, dan 3 provinsi dengan yang kurang dari 90% lembaga memiliki ruang teori.
Gambar 11. Lembaga Menurut Ketersediaan Ruang
Delapan provinsi memiliki lebih dari 90% lembaga yang memiliki ruang praktek, 15 provinsi memiliki 80%-90% lembaga yang memiliki ruang praktek, 8 provinsi memiliki 70%-80% lembaga yang memiliki ruang praktek, dan 1 provinsi dengan yang kurang dari 70% lembaga memiliki ruang praktek.
F. INDIKATOR
Data mengenai indikator pada lembaga kursus mencakup Rasio Peserta/Lembaga (Rasio P/L), Rasio Peserta/Pendidik (Rasio P/Pd), Rasio Pendidik/Lembaga (Rasio Pd/L), dan Persentase Lulusan (% Lulusan). Secara nasional data Rasio P/L yaitu 100, untuk Rasio P/Pd yaitu 15, untuk Rasio Pd/L yaitu 7, dan untuk % Lulusan yaitu 65,71%.

Dirinci menurut indikator Rasio P/L dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Kelompok diatas diatas angka nasional dan Kelompok dibawah angka nasional. untuk kelompok diatas angka nasional terdapat 13 provinsi yaitu Provinsi Maluku, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, DKI jakarta dan D I Yogyakarta, itu berarti di provinsi tersebut rasio P/L menunjukan besar. sedangkan 20 provinsi lainnya masuk kedalam kelompok dibawah rata-rata angka nasional.

Dirinci menurut indikator Rasio P/Pd dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu diatas diatas angka nasional, sama dengan angka nasional, dan dibawah angka nasional. untuk kelompok diatas angka nasional terdapat 10 provinsi yaitu Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Lampung, DKI Jakarta, untuk kelompok sama dengan angka nasional terdapat 3 provinsi yaitu Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, sedangkan 19 provinsi lainnya berada dibawah angka nasional.

Rasio Pd/L dikelompokan menjadi 3, yaitu diatas diatas angka nasional, sama dengan angka nasional, dan dibawah angka nasional. Untuk kelompok diatas angka nasional terdapat 11 provinsi yaitu Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, D I Yogyakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Sulawesi Tengah. Untuk kelompok sama dengan angka nasional terdapat 6 provinsi yaitu Jambi, Jawa Timur, DKI jakarta, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Jawa Tengah. Sedangkan 15 provinsi lainnya dibawah angka nasional.

Indikator kelulusan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Kelompok diatas diatas angka nasional dan Kelompok dibawah angka nasional. untuk kelompok diatas angka nasional terdapat 14 provinsi yaitu Provinsi Kepulauan riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nanggroe Aceh Darussalm, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Bali, Papua dan Papua Barat. Sedangkan 18 provinsi lainnya dibawah angka kelulusan nasional.

Yang menarik terdapat 2 provinsi dengan kelulusan lebih dari 100 % yaitu Kepilauan Riau (113,32%) dan D I Yogyakarta (102,54%) hal ini kemungkinan ada peserta ujian yang berasal dari tahun lalu tetapi mengikuti ujian di tahun yang sedang berjalan.
Download File

Materi Unduhan Direktorat pembinaan kursus dan Pelatihan

By LKP AL-QOLAM | At 09:59 | Label : | 0 Comments
Materi Unduhan 
Klik Disini

Standarisasi kursus

By LKP AL-QOLAM | At 09:10 | Label : | 0 Comments
Standarisasi kursus mencakup standar warga belajar (peserta didik), pendidik/instruktur dan penguji, kurikulum, prosedur dan proses belajar, praktek kerja dan permagangan, sarana dan prasarana, evaluasi proses dan hasil belajar, prosedur pengujian dan sertifikasi. Standarisasi kursus ini telah disusun panduannya sejak tahun 1995/1996 sebagai tindak lanjut pengembangan program dari kebijakan Mendikbud tentang link and match (keterkaitan clan kesepadanan) antara pendidikan dan dunia usaha/industri dalam menyiapkan dan melaksanakan proses pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha/ industri dan kebutuhan pembangunan di berbagai bidang. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui penerapan konsep pendidikan dual system (pendidikan sistem ganda) yang diadopsi dari Jerman, yaitu sistem pendidikan yang didisain dan direncanakan, dilaksanakan clan dievaluasi bersama oleh lembaga pendidikan dan perusahaan/industri.

Panduan standarisasi kursus disusun bersama oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat bersama para penyelenggara kursus, perusahaan/industri/praktisi terkait, para ahli dari subkonsorsium dan asosiasi profesi, serta seorang konsultan yang ditempatkan oleh pemerintah Republik Federal Jerman (Dr. Jacob Runkel). Panduan yang telah disusun sampai dengan tahun 2003 sebanyak 24 jenis pendidikan. Tahun 1995/1996 disusun standarisasi kursus jenis pendidikan komputer, sekretaris, perhotelan, elektronika, dan mekanik otomotif; Tahun 1996/1997 jenis pendidikan tata boga, tata busana, tata kecantikan, dan akuntansi; Tahun 1997/1998 jenis pendidikan akupunktur. komputer akuntansi, tour and travel, perbankan, dan bahasa Inggris; Tahun 2000 jenis pendidikan bahasa Cina, pramubalita (babysitter), bahasa Jepang. tata rias pengantin (TRP) Mojoputri Sekarkedaton, TRP Mandai Kalteng. merangkai bunga segar, dan hantaran; Tahun 2001 jenis pendidikan kelautan, dan bahasa Arab; Tahun 2003 jenis pendidikan spa.

Standarisasi kursus tersebut disusun untuk program kursus 1 tahun atau bila dengan sistem semester dilaksanakan untuk 2 semester. Dalam proses pengembangan standarisasi kursus kemudian diperkuat dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 261/U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus. Pasal 11 ayat (1) Kepmendikbud tersebut menyatakan bahwa: Standardisasi kursus diselenggarakan untuk menjamin mutu penyelenggaraan kursus yang meliputi warga belajar, kurikulum, tenaga pendidik, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar, pengujian, dan sertifikasi.

Setelah lahirnya UU Sisdiknas tahun 2003, standarisasi kursus yang sudah ada clan yang akan disusun harus disesuaikan kembali dan mengacu pada UU tersebut pasal 35 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana clan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana clan berkala. Dalam rangka penyusunan clan pengembangan standarisasi kursus yang mengacu pada UU Sisdiknas telah disusun standar kompetensi sebagai dasar untuk penyusunan standar isi kurikulum berbasis kompetensi.

Selain standar kompetensi dan standar isi/kurikulum akan dikembangkan juga standar lainnya berdasarkan PP Nomor 19 tahun 2005, termasuk standar pendidik clan tenaga kependidikan. Pasal 33 ayat (1) PP tersebut menyatakan bahwa: Pendidik di lembaga kursus clan lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi clan kompetensi minimum yang dipersyaratkan dan pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa: Tenaga kependidikan di lembaga kursus clan pelatihan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.

Kurikulum

By LKP AL-QOLAM | At 09:09 | Label : | 0 Comments
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan clan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0150a/U/1981 tentang Peraturan Umum Penyelenggaraan Kursus PLSM clan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda clan Olahraga Nomor KEP-105/E/L/1990 tentang Pola Dasar Pembinaan clan Pengembangan Kursus Diklusemas, dinyatakan bahwa pada dasarnya kurikulum kursus untuk tiap jenis pendidikan bersifat nasional yang disahkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemucla clan Olahraga. Sejauh belum ada kurikulum yang bersifat nasional untuk jenis pendidikan tertentu, dapat dilaksanakan kurikulum kursus yang bersangkutan, sesudah disahkan oleh Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kotamadya.

Penyusunan, pembakuan, dan pengembangan kurikulum nasional kursus dilaku-kan oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat yang selama ini mempunyai tugas, fungsi, clan wewenang membina clan mengembangkan kursus bersama Subkonsorsium dan organisasi/asosiasi profesi yang terkait. Misalnya. penyusunan kurikulum Tata Rias Pengantin dilakukan bersama Subkonsorsium Tata Rias Pengantin clan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "Melati" (HARPI Melati). Setelah rancangan kurikulum selesai disusun, kemudian dilokakaryakan dengan mengundang para nara sumber ahli selain penyusun untuk mendapat masukan clan penyempurnaan. Hasil lokakarya adalah kurikulum yang siap untuk dibakukan atau distandarkan clan disahkan sebagai kurikulum nasional.

Kurikulum yang sudah dibakukan dapat dikembangkan terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, clan budaya serta kebutuhan masyarakat clan pembangunan di bidang pendidikan. Pengembangan kurikulum untuk jenis pendidikan tertentu yang terkait dengan nilai-nilai seni clan budaya daerah dilakukan tanpa mengurangi atau menghilangkan nilai-nilai asli clan ketentuan-ketentuan dari seni dan budaya daerah yang bersangkutan.

Dinyatakan gugur atau tidak berlaku lagi pada saat jenis ujian nasional yang sama disahkan. Artinya, Kepala atau pejabat Dinas Pendidikan tidak sah lag; untuk menandatangani atau melegalisir sertifikat ujian lokal tersebut.Setelah Keputusan Mendikbud Nomor 0150a/U/1981, penyelenggaraan ujian nasional kursus diatur lebih lanjut dengan beberapa kali Keputusan Dirjen Diklusepora pada tahun 1982, 1989, dan terakhir tahun 1990 dengan Nomor KEP-13/E/L/1990 tentang Petunjuk Umum Penyelenggaraan Ujian Nasional Diklusemas.

Berdasarkan Keputusan Dirjen tersebut, dibentuk struktur kepanitiaan ujian nasional dari tingkat pusat sampai kecamatan, yaitu Panitia Penanggung Jawab Pusat (PPJP) pada Direktorat Pendidikan Masyarakat, Panitia Penanggung Jawab Daerah (PPJD) pada Kanwil Depdikbud propinsi, Panitia Koordinasi Ujian Nasional (PKUN) pada Kantor Depdikbud kabupaten kotamadya, dan Panitia Pelaksana Ujian Setempat (PPUS) pada Kantor Depdikbud kecamatan. Kepanitiaan tersebut - kecuali PPUS - dibentuk untuk masa kerja setiap 1 tahun dan sesudahnya dapat diperpanjang. Sedangkan PPUS bertugas dua hari sebelum, selama pelaksanaan ujian, dan dua had sesudahnya.

Sejak otonomi daerah dilaksanakan tahun 2001, struktur kepanitiaan tersebut disesuaikan dengan tugas, fungsi dan kewenangan daerah. Propinsi lebih diposisikan untuk melaksanakan fungsi koordinasi dengan kabupaten kota di wilayahnya, sehingga PPJD di propinsi diganti namanya menjadi PKUti Sedangkan PKUN di kabupaten/kota diganti namanya menjadi Pani;ia Pelaksana Ujian Nasional (PPUN).

Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai pengganti Keputusan Mendikbud Nomor 0151/U/1977, Keputusan Mendikbud Nomor 261/U/1999 menegaskan kembali tentang ujian pada pasal 13 ayat (1) sampai (5) bahwa: (1) Pengujian bertujuan untuk mengukur hasil kegiatan belajar mengajar pada kursus; (2) Jenis-jenis ujian yang berstandard nasional meliputi ujian nasional dan ujian kompetensi; (3) Ujian nasional dilakukan oleh Direktorat (Direktorat Pendidikan Masyarakat) berdasarkan kurikulum nasional; (4) Ujian nasional dilaksanakan bagi lembaga kursus yang belum diakreditasi; (5) Ujian kompetensi dilaksanakan oleh asosiasi profesi. Selanjutnya, pasal 14 ayat 11) dan (2) menyatakan bahwa: (1) Warga belajar yang telah berhasil menempuh ujian nasional diberikan ijazah; (2) Warga belajar yang telah mengikuti ujian kompetensi diberikan sertifikat oleh asosiasi profesi.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, PPJP menyusun standar operasional prosedur penyelenggaraan ujian nasional dan menyesuaikanr,:a dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wan nasional kursus diselenggarakan dengan kalender ujian yang dibiat PPJP setiap tahun dan menjadi acuan penyelenggaraan ujian nasional kursus pada tahun yang bersangkutan. Pada tahun 2005 diselenggarakan ujian nasional kursus untuk 28 jenis ujian ketrampilan terdiri dari 25 jenis ujian brtingkat atau berjenjang mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat mahir, 1 jenis (Tata Rias Pengantin) terdiri dari 30 gaya, dan 2 jenis (Komputer dan Elektronika) terdiri dari 14 paket bagi peserta didik dan 6 jenis ujian keahlian.

Tidak semua jenis kursus dapat dengan mudah dibakukan kurikulumnya secara nasional, misalnya kursus komputer. Penyusunan kurikulum nasional kursus komputer tidak dapat mengimbangi cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang komputer. Selain itu, penyelenggara kursus komputer dapat menawarkan paket-paket program kursus komputer sesuai kebutuhan masyarakat dan pengguna (user) lulusan hasil kursus tanpa harus menunggu adanya kurikulum nasional. Namun demikian, sudah pernah dibuat kurikulum kursus komputer program Word Perfect pada tahun 1997 dan kurikulum standarisasi kursus komputer akuntansi program 1 tahun pada tahun 1999.

Sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 2004 telah dibakukan kurikulum nasional dan diujikan secara nasional sebanyak 62 jenis kursus, meskipun ada beberapa jenis kursus yang tidak diujikan lagi secara nasional karena peminatnya sudah berkurang. Seperti bahasa Jepang dan bahasa Belanda. Pengembangan kurikulum kursus dilakukan secara dinamis dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Mendikbud Nomor 261/U/1999 pasal 8 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa: (1) Kurikulum pada kursus terdiri atas kurikulum nasional dan kurikulum kursus; (2) Kurikulum berisikan bahan kajian dan pelajaran umum, pokok, dan penunjang yang mengacu pada standard kompetensi tertentu.

Selanjutnya ditegaskan lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 6 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan. Sehubungan dengan hal-hal di atas, pengembangan kurikulum kursus akan terus dilakukan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional.

Ijin Kursus

By LKP AL-QOLAM | At 09:08 | Label : | 0 Comments
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-lusnya untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya melalui program kursus. Ketentuan ini diatur oleh undang-undang sistem pendidikan.

Kursus sebagai salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal sangat fleksibel dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan dunia usaha/industri.

Kursus diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Penyelenggaraan kursus harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Negara sebagai bagian dari akuntabilitas publik.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 62 mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
  • Dasar Hukum
    - Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    - Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
    - Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
    - Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
    - Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kerja
    - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 261 /U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus
  • Penerbitan Izin Kursus
    Izin kursus diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota atas nama bupati/walikota, sebagai bentuk pemberian legalitas atas penyelenggaraan kursus di wilayah kerjanya
  • Izin kursus bertujuan untuk:
    - Memudahkan dalam pembinaan don pengembangan kursus
    - Memelihara don meningkatkan mutu penyelenggaraan
    - Mengarahkan, menyerasikan don mengembangkan kursus guna menunjang suksesnya program pembangunan bidang pendidikan
    - Melindungi kursus terhadap penyalahgunaan wewenang, hak dan kewajiban setiap jenis kursus
    - Melindungi konsumen
  • Masa Berlaku
    Izin kursus berlaku 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan mengajukan permohonan perpanjangan dengan melampirkan persyaratan-persyaratan yang berlaku.

    Apabila lembaga yang mengajukan izin pendirian belum memenuhi persyaratan maka pemerintah daerah dapat menerbitkan surat terdaftar hingga lembaga tersebut memenuhi persyaratan untuk jangka waktu paling lama 6(enam) bulan.
  • Persyaratan dan Izin
    a. Izin penyelenggaraan kursus bagi lembaga perseorangan, kelompok orang, lembaga sosial/yayasan, perseroan terbatas harus melengkapi:
    - Program dan isi pendidikan dalam bentuk struktur kurikulum
    - Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaha kependidikan
    - Sarana dan prasaeana yang memadai baik jumlah dan kualitasnya
    - Pembiayaan yang diuraikan dalam komponen biaya investasi, biaya personal (yang harus dikeluarkan oleh peserta didik)
    - Rencana sistem evaluasi dan sertifikasi
    - Rencana manajemen dan proses pendidikan dalam bentuk uraian manajemen pengendalian mutu dan metodologi pembelajaran
    - Persyaratan lain mengenai perizinan kursus yang bersifat administrasi ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat

    b. Izin penyelenggaraan kursus bagi badan usaha yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing ditambah persyaratan berikut:
    - Kerjasama dengan lembaga kursus yang sudah mendapatkan ijin
    - Mendapatkan rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional
    - Mendapatkan izin/keterangan penanaman modal asing dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan izin/keterangan dari Departemen Tenaga Kerja bagi yang menggunakan tenaga kerja asing

    c. Ketentuan khusus:
    Sekolah, perguruan tinggi atau institusi lain yang menyelenggarakan kursus untuk masyarakat umum dengan memanfaatkan sarana/prasarana milik pemerintah dapat mdiberikan izin kursus sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-perundangan yang berlaku.

  • Prosedur pengurusan izin
    - Calon penyelenggara kursus mengajukan izin untuk setiap jenis kursus yang akan diselenggarakan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan melampirkan persyarata-persyaratan yang ditentukan
    - Lembaga kursus yang telah memperoleh izin harus memperpanjang izin kursus selambat-lambatnya satu bulan sebelum izin kursus berakhir dengan melampirkan fotocopy izin penyelenggaraan kursus sebelumnya dan persyaratan lain sesuai ketentuan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

  • Pengawasan dan Sanksi

    Pengawasan
    a. Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan dan kewenangan masing-masing
    b. Pengawasan dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas public

    Bentuk Pelanggaran
    Pelanggaran atau penyalahgunaan izin penyelenggaraan dapat berupa:
    a. Penipuan publik, antara lain memberikan janji-janji kepada peserta didik untuk disalurkan setelah lulusan, tetapi ternyata tidak terbukti
    b. Pemalsuan dokumen
    c. Penyalahgunaan izin

    Sanksi
    a. Penyelenggara kursus yang beroperasi tanpa izin dapat dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 1 milyar rupiah
    b. Bagi lembaga kursus yang menyalahgunakan izin kursus maka dinas pendidikan kabupaten/kota dapat memberi sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin kursus

UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

By LKP AL-QOLAM | At 09:06 | Label : | 0 Comments
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia
dalam bangsa yang diatur dengan undang-undang;
c. bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga
perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak
memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
  agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
  Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
 tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
  mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
  pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
  penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
  widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
 berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu
  proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
  didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
  pendidikan.
10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya
menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial,
budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli
pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas
sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
26. Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan
dalam bidang pendidikan.
28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap
warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu,
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
dan
mengawasi
Pasal 11
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
  seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
  menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
  kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka
dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program
pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan
yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan
gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan
berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan
singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan
(doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa
yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai
pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku
kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan
prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau
vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal
(RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman
Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen.
(3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami
dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk
lain yang sejenis.
(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak
dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh
sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan
dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung
kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala.
(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional
dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
  pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
  yang diberikan kepadanya.
Pasal 41
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang
mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(4) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4) Pemerintah Daerah Propinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga
kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah Kabupaten/Kota untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan
yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk
badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana
secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-undang tersendiri.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal
sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat,
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya
lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota yang tidak mempunyai
hubungan hirarkis.
(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal
untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Pasal 59
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang
berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian
suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik
dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah
lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta
manajemen dan proses pendidikan.
(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain
menggunakan ketentuan Undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang
bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan
pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama
dan kewarganegaraan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola Warga Negara
Indonesia.
(4) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/ madrasah melakukan pengawasan
atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas
publik.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar
akademik, profesi, dan/ atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 68
(1) Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau
vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima
dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(4) Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23
ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling
lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang pada saat Undang-undang ini diundangkan belum
berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya Undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan
formal yang telah berjalan pada saat Undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin.
Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya Undang- undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan
paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 76
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan
Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Juli 2003
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
Bambang Kesowo
Sistem Pendidikan Nasional. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Pemerintah Daerah. (Penjelasan dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

DIREKTORI

ORMIT & MITRA

AD (728x90)

Copyright © LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS - All Rights Reserved