Standarisasi kursus mencakup standar warga belajar (peserta didik), pendidik/instruktur dan penguji, kurikulum, prosedur dan proses belajar, praktek kerja dan permagangan, sarana dan prasarana, evaluasi proses dan hasil belajar, prosedur pengujian dan sertifikasi. Standarisasi kursus ini telah disusun panduannya sejak tahun 1995/1996 sebagai tindak lanjut pengembangan program dari kebijakan Mendikbud tentang link and match (keterkaitan clan kesepadanan) antara pendidikan dan dunia usaha/industri dalam menyiapkan dan melaksanakan proses pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha/ industri dan kebutuhan pembangunan di berbagai bidang. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui penerapan konsep pendidikan dual system (pendidikan sistem ganda) yang diadopsi dari Jerman, yaitu sistem pendidikan yang didisain dan direncanakan, dilaksanakan clan dievaluasi bersama oleh lembaga pendidikan dan perusahaan/industri.
Panduan standarisasi kursus disusun bersama oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat bersama para penyelenggara kursus, perusahaan/industri/praktisi terkait, para ahli dari subkonsorsium dan asosiasi profesi, serta seorang konsultan yang ditempatkan oleh pemerintah Republik Federal Jerman (Dr. Jacob Runkel). Panduan yang telah disusun sampai dengan tahun 2003 sebanyak 24 jenis pendidikan. Tahun 1995/1996 disusun standarisasi kursus jenis pendidikan komputer, sekretaris, perhotelan, elektronika, dan mekanik otomotif; Tahun 1996/1997 jenis pendidikan tata boga, tata busana, tata kecantikan, dan akuntansi; Tahun 1997/1998 jenis pendidikan akupunktur. komputer akuntansi, tour and travel, perbankan, dan bahasa Inggris; Tahun 2000 jenis pendidikan bahasa Cina, pramubalita (babysitter), bahasa Jepang. tata rias pengantin (TRP) Mojoputri Sekarkedaton, TRP Mandai Kalteng. merangkai bunga segar, dan hantaran; Tahun 2001 jenis pendidikan kelautan, dan bahasa Arab; Tahun 2003 jenis pendidikan spa.
Standarisasi kursus tersebut disusun untuk program kursus 1 tahun atau bila dengan sistem semester dilaksanakan untuk 2 semester. Dalam proses pengembangan standarisasi kursus kemudian diperkuat dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 261/U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus. Pasal 11 ayat (1) Kepmendikbud tersebut menyatakan bahwa: Standardisasi kursus diselenggarakan untuk menjamin mutu penyelenggaraan kursus yang meliputi warga belajar, kurikulum, tenaga pendidik, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar, pengujian, dan sertifikasi.
Setelah lahirnya UU Sisdiknas tahun 2003, standarisasi kursus yang sudah ada clan yang akan disusun harus disesuaikan kembali dan mengacu pada UU tersebut pasal 35 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana clan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana clan berkala. Dalam rangka penyusunan clan pengembangan standarisasi kursus yang mengacu pada UU Sisdiknas telah disusun standar kompetensi sebagai dasar untuk penyusunan standar isi kurikulum berbasis kompetensi.
Selain standar kompetensi dan standar isi/kurikulum akan dikembangkan juga standar lainnya berdasarkan PP Nomor 19 tahun 2005, termasuk standar pendidik clan tenaga kependidikan. Pasal 33 ayat (1) PP tersebut menyatakan bahwa: Pendidik di lembaga kursus clan lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi clan kompetensi minimum yang dipersyaratkan dan pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa: Tenaga kependidikan di lembaga kursus clan pelatihan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.
Panduan standarisasi kursus disusun bersama oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat bersama para penyelenggara kursus, perusahaan/industri/praktisi terkait, para ahli dari subkonsorsium dan asosiasi profesi, serta seorang konsultan yang ditempatkan oleh pemerintah Republik Federal Jerman (Dr. Jacob Runkel). Panduan yang telah disusun sampai dengan tahun 2003 sebanyak 24 jenis pendidikan. Tahun 1995/1996 disusun standarisasi kursus jenis pendidikan komputer, sekretaris, perhotelan, elektronika, dan mekanik otomotif; Tahun 1996/1997 jenis pendidikan tata boga, tata busana, tata kecantikan, dan akuntansi; Tahun 1997/1998 jenis pendidikan akupunktur. komputer akuntansi, tour and travel, perbankan, dan bahasa Inggris; Tahun 2000 jenis pendidikan bahasa Cina, pramubalita (babysitter), bahasa Jepang. tata rias pengantin (TRP) Mojoputri Sekarkedaton, TRP Mandai Kalteng. merangkai bunga segar, dan hantaran; Tahun 2001 jenis pendidikan kelautan, dan bahasa Arab; Tahun 2003 jenis pendidikan spa.
Standarisasi kursus tersebut disusun untuk program kursus 1 tahun atau bila dengan sistem semester dilaksanakan untuk 2 semester. Dalam proses pengembangan standarisasi kursus kemudian diperkuat dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 261/U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus. Pasal 11 ayat (1) Kepmendikbud tersebut menyatakan bahwa: Standardisasi kursus diselenggarakan untuk menjamin mutu penyelenggaraan kursus yang meliputi warga belajar, kurikulum, tenaga pendidik, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar, pengujian, dan sertifikasi.
Setelah lahirnya UU Sisdiknas tahun 2003, standarisasi kursus yang sudah ada clan yang akan disusun harus disesuaikan kembali dan mengacu pada UU tersebut pasal 35 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana clan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana clan berkala. Dalam rangka penyusunan clan pengembangan standarisasi kursus yang mengacu pada UU Sisdiknas telah disusun standar kompetensi sebagai dasar untuk penyusunan standar isi kurikulum berbasis kompetensi.
Selain standar kompetensi dan standar isi/kurikulum akan dikembangkan juga standar lainnya berdasarkan PP Nomor 19 tahun 2005, termasuk standar pendidik clan tenaga kependidikan. Pasal 33 ayat (1) PP tersebut menyatakan bahwa: Pendidik di lembaga kursus clan lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi clan kompetensi minimum yang dipersyaratkan dan pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa: Tenaga kependidikan di lembaga kursus clan pelatihan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.