Lembaga
Pendidikan (baik formal, non formal atau informal) adalah tempat
transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik
pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau
pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan
mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan
tuntutan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, makna pengetahuan dan
kebudayaan sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya
pengaruh zaman terhadap pengetahuan jika ditransformasikan.
Oleh
karena itu pendidikan nasional bertujuan mempersiapkan masyarakat baru
yang lebih ideal, yaitu masyarakat yang mengerti hak dan kewajiban dan
berperan aktif dalam proses pembangunan bangsa. Esensi dari tujuan
pendidikan nasional adalah proses menumbuhkan bentuk budaya keilmuan,
sosial, ekonomi, dan politik yang lebih baik dalam perspektif tertentu
harus mengacu pada masa depan yang jelas (pembukaan UUD 1945 alenia 4).
Melalui kegiatan pendidikans, gambaran tentang masyarakat yang ideal itu
dituangkan dalam alam pikiran peserta didik sehingga terjadi proses
pembentukan dan perpindahan budaya. Pemikiran ini mengandung makna bahwa
lembaga pendidikan sebagai tempat pembelajaran manusia memiliki fungsi
sosial (agen perubahan di masyarakat)
Lantas
apakah lembaga pendidikan kita, baik yang formal ataupu informal telah
mampu mengantarkan peserta didiknya sebagai agen perubahan sosial di
masyarakat?. Untuk Hal ini masih perlu dipertanyakan. Lembaga pendidikan
kita sepertinya kurang berhasil dalam mengantarkan anak didiknya
sebagai agen perubahan sosial di masyarakat, terbukti dengan belum
adanya perubahan yang signufikan dan menyeluruh terhadap masalah
kebudayaan dan keilmuan masyarakat kita, dan masih maraknya
komersialisasi ilmu pengetahuan di lembaga-lembaga pendidikan kita,
mahalnya biaya pendidikan serta orientasi yang hanya mempersiapkan
peserta didik hanya untuk memenuhi bursa pasar kerja ketimbang
memandangnya sebagai objek yang dapat dibentuk untuk menjadi agen
perubahan sosial di masyarakat.
BAB II. PEMBAHASAN
a. Pengertian Pendidikan
Dalam
arti luas, pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk lebih
dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar
mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang
diikutinya Sebaliknya menurut jean praget pendidikan berarti
menghasilkan atau mencipta walaupun tidak banyak. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup[2]..
Menurut
miramba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.[3] Definisi ini agaknya yang banyak dipakai di indonesia.
Dalam
Islam pendidikan didefinisikan sebagai berikut, bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[4]
Lebih
jelasnya pendidikan adalah setiap proses di mana seseorang memperoleh
pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan sikap atau mengubah
sikap.
Secara
garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi
sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota
masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa
lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang
menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan
menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Proses
pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi di
berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat
berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar,
majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi
peserta didik dengan masyarakat sekitar.
b. Lembaga pendidikan
Tidak
bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari
sejarah perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki
beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang
melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat
sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki corak ala barat
dan gereja[5],
dan corak ketimuran ala pesantren sebagai penyeimbang, serta model dan
corak kelembagaan yang berkembang saat ini tentunya tidak terlepas dari
kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.
Dalam
upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui
DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang
Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan
pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998.
Perubahan
mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan,
peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan
keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai
sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam
perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam
hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama,
melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari
sebuah sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta
didik yang memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan.[6] Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat:
1) Pengembangan pribadi
2) Pengembangan warga
3) Pengembangan Budaya
4) Pengembangan bangsa
c. Klasifikasi Lembaga Pendidikan
Upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita
dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi
lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan
menghendaki agar peserta didiknya menjadi individu yang menjalani
kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga
pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata
dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan
dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka
pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya
menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun
lembaga pendidikan.
Lembaga
pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini
lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
1). informal.
2). formal
3). dan nonformal
Sebelum
kita melngkah pada pembahasan lebih jauh, tentunya kita harus
mengetahui peran masing-masing lembaga secara umum, ketiga klasifikasi
di atas dalam pergumulanya di masyarakat memiliki peran yang
berbeda-beda, lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga,
ranah garapanya adalah lebih banyak di arah kan dalam pembentukan
karakter atau keyakinan dan norma. Lembaga pendidikan
kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di arahkan
pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan
ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter
sosial.[7]
Ketiga pembagian di atas adalah merupakan perubahan mendasar, Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan
informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun
masih termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Penjelasan dari klasifikasi tersebut adalah:
Ø pendidikan
informal, atau pendidikan pertama adalah kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri, hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta
dalam dalam pembentukan karakter dan kepribadian, hal ini penulis fikir
sesuai dengan konsep al Qur’an dalam masalah pendidikan dikeluarga yaitu
menjaga keluarga kita dari hal-hal yang negatif, firman alloh:
(قوا أنفسكم وأهليكم نارا)
Ø Pendidikan
nonformal, atau pendidikan kedua meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan
nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
(pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional
pendidikan. Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, atau ingin melengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional
Ø Jalur
formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan:
1). umum
2). Kejuruan
3). Akademik
4). profesi
5). Advokasi
6). keagamaan.
Pendidikan
formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan
masyarakat
Pendidikan
dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan madrasah
ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad.
Sebelum
memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan
prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal),
sedangkan dalam nonformal bisa dalam bentuk ( TPQ, kelompok bermain,
taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan
Sedangkan
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri
atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk sekolah
menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajad.
Yang
terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program pendidikan
1). Diploma
2). Sarjana
3). Magister
4). Doktor,
Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk
1). Akademi
2). Politeknik
3). Sekolah tinggi
4). Institut atau universitas
yang
secara umum lembaga-lembaga tinggi ini dibentuk dan diformat untuk
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat,
serta menyelenggarakan program akademik, profesi dan advokasi.
Semua
lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk
memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah
menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi perguruan tinggi
yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan
berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni
Untuk
menagulangi permasalahan yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat
saat ini, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau
tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, pemerintah telah mengatur dan
mengancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan
dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).
.
d. Lembaga Pendidikan Dan Perubahan Sosial
Telah
dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan
ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara
lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara
umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang
terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang
punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih
baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan
Perubahan
sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan
akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan
sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada.
Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan
prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi
terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah diadakanya
pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan
tersebut adalah meliputi:
1) Perumusan tujuan institusional yang meliputi:
Ø Orientasi pada pendidikan nasional
Ø Kebutuhan dan perubahan masyarakat
Ø Kebutuhan lembaga.
2) menetapkan isi dan struktur progam
3) penyusunan strategi penyusunan dan pelaksanaan kurikulum
4) pengembangan progam[8]
di
harapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di
atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak
kader-kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya
mengenai pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh lembaga pendidikan, yaitu:
1) relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat
2) sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang
3) efektifitas waktu pengajar dan peserta didik
4) efisien, dengan usaha dan hasilnya sesuai
5) kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan
6) fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam, pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.[9]
BAB III. SIMPULAN
Dengan
mehamami beberapa pembagian dan penjelasan tentang masalah-masalah yang
melingkupi lembaga pendidikan masing–masing, diharapkan adanya
agen-agen yang mampu merubah kondisi negeri ini dari keterpurukan
nasional, tentunya hal ini juga diperlukan adanya langkah nyata serta
bantuan baik moril ataupun materil dari pemerintah maupun masyarakat
terhadap semua undang-undang yang telah dicanagkan agar bisa terlaksan
dengan sempurna. Walaupun dari beberapa undang-undang yang telah di
tetapkan oleh pemerintah tidak luput dari kritik dari beberapa tokoh
liberal karena negara telah memasukan pemahasan-pembahasan agama kedalam
undang-undang yang berpotensi menumbuhkan gesekan antar agama. Tentunya
sebagai bangsa yang menjunjung tinggi agama haruslah mengangap bahwa
hal itu hanya sebagai salah satu koreksi ke arah yang lebih baik atas peran lembaga pendidikan di masyarakat.
Salah satu undang-undang yang paling debatable dari keputusan pemerintang tentang sistem
pendidikan nasional adalah masalah Apa yang dilakukan oleh Pemerintah
dan anggota Dewan dengan RUU Sisdiknas Dengan memasukkan dan mempertegas
hal-hal yang bersifat keagamaan dalam RUU Sisdiknas, hal ini bisa
mengarah pada pelangengan rasa saling curiga antar agama, apalagi
seperti pasal 13 (ayat 1) – pasal ini berbunyi: “Setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu & Uhbiyati Nur.ilmu pendidikan.Rumka cipta. 2002 jakarta.cet.2
Darajat Zakiah. ilmu pendidikan Islam.Bumi aksara Jakarta & Depag 2000
Hamalik Oemar.perencanaan pegajaran berdasarkan pendekatan sistem.Bumi aksara.2005 jakarta
Miramba Ahmad.pengantar filsafat pendidikan isla.al ma’rif .1989 Bandung
Nasution. Sejarah pendidikan indonesia.bumi aksara.tt.cet 2.Jakarta
Syaful sagala.konsep dan makna pembelajaran.alfabeta 2006 Bandung. cet.
Tafsir Ahmad.ilmu pendidikan dalam perspektif Islam.PT remaja rosda karya2005 bandung.cet 6
[1] Mahasiswa STAI Ma’had Aly Al hikam Malang sem V
[2] Syaful sagala.konsep dan makna pembelajaran.alfabeta 2006 Bandung. cet.4 hal: 1
[3] Ahmad miramba.pengantar filsafat pendidikan isla.al ma’rif .1989 Bandung hal: 19
[4] Ahmad tafsir.ilmu pendidikan dalam perspektif Islam.PT remaja rosda karya2005 bandung.cet 6 hal 32
[5] Nasution. Sejarah pendidikan indonesia.bumi aksara.tt.cet 2.Jakarta hal: 152
[6] Oemar hamalik.perencanaan pegajaran berdasarkan pendekatan sistem.Bumi aksara.2005 jakarta.cet 5 hal: 23
[7] Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati.ilmu pendidikan.Rumka cipta. 2002 jakarta.cet.2 hal 183-184.
[8] Zakiah darajat. ilmu pendidikan Islam.Bumi aksara Jakarta & Depag 2000 hal 124-127
[9] ibid