Comments

Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 01:09 | Label : | 0 Comments

Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)


Istilah Kecakapan Hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).
Brolin (1989) menjelaskan bahwa, “Life skills constitute a continuum of knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and to avoid interruptions of employment experience”. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti : membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).
Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja, apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.
Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) Kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) Kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) Kecakapan sosial (social skills), (4) Kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills).
Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:
  1. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan).
  2. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat/bekerja).
  3. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna).
  4. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).

Awalilah Pendidikan anak kita dengan pendidikan yang baik

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 00:59 | Label : | 0 Comments
Seorang anak memulai kehidupan mereka dengan mengenali hal-hal di sekitar mereka, seperti ibu, ayah, dan kerabat lainnya kemudian benda-benda lain yang tidak terhitung banyaknya. Mereka kemudian belajar membedakan benda-benda tersebut dan mencoba meniru suara atau tindakan, seperti berjalan. Sekolah bagi seorang anak sesungguhnya dimulai di rumah. Tugas penting yang diemban orang tua selanjutnya adalah ”memilih sekolah”.
Terkadang kita sebagai orang tua,khususnya par ayah, terlalu sibuk dengan urusan mencari nafkah, sehingga saat kita diharusnya memilih sekolah yang tepat bagi anak kita, kita lupa untuk memahami apa sebenarnya potensi yang dimiliki oleh anak. Kegemaran anak ataupun bakat yang mereka miliki seharusnya menjadi dasar bagi orang tua untuk memilih sekolah yang tepat.Anak akan terganggu jika ditengah-tengah proses belajarnya ia harus berpindah-pindah sekolah. Ia harus beradaptasi kembali dengan lingkungan, metode mengajar, dan teman-teman yang baru. Kita harus memilih dengan tepat sekolah apa untuk anak-anak kita setidaknya sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas.
Disarankan untuk bertanya kepada mereka yang sudah terlebih dahulu menyekolahkan anaknya disekolah tersebut sehingga orang tua dapat memiliki gambaran apakah sekolah tersebut benar-benar cocok.Hal penting lainnya adalah jarak. Kita harus mengetahui metode apa yang digunakan oleh sekolah (apakah seperti Montessori yang menerapkan pembelajaran tanpa tekanan dan dalam suasana bermain atau metode lain). Kita juga harus melihat apakah pendidikan tersebut diselenggarakan oleh swasta atau pemerintah. Jika kita tidak memperhatikan hal ini, yakinlah kita akan menghadapi masalah dikemudian hari yang membuat anak kita harus pindah sekolah. Hal ini akan mengganggu perkembangan anak.
Kita juga harus memperhatikan apakah sekolah menyediakan lapangan bermain atau olahraga bagi anak. Anak harus memiliki ruang untuk bermain dan mengadakan latihan fisik. Anak-anak harus dihindarkan dari mengkonsumsi makanan cepat saji. Jika sekolah tidak memperhatikan kebersihan kantin, tempat ini akan memberikan kesempatan bagi bakteri untuk masuk ke dalam makanan anak-anak. Pihak sekolah damerintah yang menyelenggarakan pendidikan harus benar-benar memperhatikan hal ini.Saya ingin mengakhiri artikel ini dengan mengatakan bahwa setiap orang tua (ibu dan ayah) harus bisa membagi waktu dengan baik antara bekerja menafkahi keluarga dan memikirkan sekolah yang tepat bagi anak-anak sehingga mereka dapat tumbuh menjadi warga negara yang baik dan memiliki masa depan cerah. Jika ini telah berhasil dilakukan, anda akan memiliki kedamaian pikiran karena memberikan yang terbaik bagi anak-anak anda.

Promosi dan Marketing Lembaga Pendidikan

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 03:43 | Label : | 0 Comments
 Promosi dan Marketing Lembaga Pendidikan


Pendidikan bukan hanya ladang ilmu dan amal, melainkan juga ladang memupuk modal (bisnis). Maka lembaga pendidikan pun juga harus dikelola dengan prinsip-prinsip bisnis. Faktor kunci apa saja yang bisa membuat lembaga pendidikan memenangkan persaingan?

Sekerumun remaja putra-putri berseragam abu-abu putih mengerubungi papan pengumuman kelulusan. Sejurus kemudian, reaksi mereka berbeda. Ada yang terlonjak kegirangan, sebagian saling berpelukan, tapi banyak juga yang berteriak histeris disusul dengan tangis sedu sedan.

agi yang lulus, eforia kemenangan hanya berlangsung sejurus. Karena, setelah itu mereka harus memikirkan langkah mereka ke depan. Apakah langsung terjun ke dunia kerja (dengan modal ilmu dan pengalaman yang pas-pasan)? Melanjutkan pendidikan ke universitas? Melanjutkan ke lembaga pendidikan tinggi atau kursus (non-universitas)?

 Tentu ini bukan pilihan yang mudah. Penentuan pilihan mengenai jenis pendidikan tinggi atau kursus yang akan dijalani merupakan titik krusial. Karena hal ini juga akan menentukan masa depan mereka. Dulu universitas diyakini sebagai jembatan yang harus dilewati siapa pun untuk bisa meraih masa depan gemilang. Kini keyakinan tersebut tidak bersifat mutlak. Statistik menunjukkan banyak sarjana lulusan universitas yang menjadi pengangguran intelektual.


Belakangan banyak lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mulai melirik lembaga pendidikan tinggi (non-universitas) dan lembaga kursus karena dinilai lebih bisa menyiapkan anak didiknya bersaing di dunia kerja.


Meningkatnya minat lulusan SLTA terhadap lembaga pendidikan dan kursus ditanggapi sebagai peluang bisnis bagi para pengusaha di bidang pendidikan.

anyaknya bermunculan lembaga pendidikan dan kursus yang membidik lulusan SMU ini tentu saja juga memunculkan aroma persaingan bisnis yang dari waktu ke waktu semakin ketat.

Bagaimana membidik target secara tepat itulah yang harus dipahami oleh lembaga-lembaga pendidikan dan kursus. Inilah yang kami sajikan dalam tulisan wacanatama edisi ini. Tulisan ini kami kembangkan berbasis hasil riset Inspira Research & Consulting yang dilakukan di kalangan anak-anak SMU di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang tertarik melanjutkan ke lembaga pendidikan atau kursus, tanggal 23 Juni -29 Juni 2008.
 Kabar yang menggembirakan dari hasil riset itu bagi para pemain bisnis lembaga pendidikan dan kursus adalah: Secara keseluruhan, responden serius dalam mencari/memilih lembaga pendidikan non perguruan tinggi.

Ini terbukti dengan besarnya proporsi dari 485 responden yang berusaha mencari informasi lembaga pendidikan, setelah lulus SMU. Ketika diajukan pertanyaan: “Apakah Anda sudah melakukan upaya mencari informasi lembaga pendidikan yang akan Anda ikuti selepas lulus SLTA?” Sebanyak 73,4% responden mengaku sudah melakukannya. Sedangkan 20,2 % mengaku belum mencari informasi, sisanya 6,4% tidak memberikan jawaban. Secara statistik temuan ini sangat menggembirakan karena responden yang memberikan jawaban telah melakukan upaya mencari informasi tentang lembaga pendidikan hampir tiga kali lipat lebih dibandingkan responden yang belum mencar informasi pendidikan tinggi.

Dalam perspektif yang lebih optimistis sebanyak 20,2% dari responden yang belum mencari informasi tentang lembaga pendidikan tidak berarti tidak tertarik ke lembaga pendidikan. Demikian juga bagi responden yang tidak menjawab. Mereka potensial menjadi mahasiswa lembaga pendidikan, tergantung dari pendekatan yang dilakukan oleh para pemain lembaga pendidikan.

Hasil riset Inspira ini bisa dijadikan bahan pertimbangan metode pendekatan apakah yang paling efektif untuk merekrut calon mahasiswa lembaga pendidikan dan kursus. Dari pertanyaan, “Program-program seperti apa yang sebaiknya dilakukan lembaga pendidikan supaya Anda tertarik untuk mendaftar di lembaga pendidikan tersebut?” diperoleh jawaban sebagai berikut; roadshow ke sekolah (32,8%), memasang spanduk/stiker (20,4%), menyebarkan pamflet/brosur sebanyak mungkin (15,9%), seminar gratis (12,6%), program beasiswa (9,1%), bayar setelah kerja (8,6%), lainnya (1,2)
 Prakarsa roadshow bisa berasal dari lembaga pendidikan, bisa berasal dari sekolah yang bersangkutan, bisa berasal dari dua-duanya. Tetapi pada umumnya, pihak lembaga pendidikanlah yang lebih proaktif. Hemat saya, roadshow lebih efektif (terbukti menjadi pilihan terbanyak responden) dibandingkan dari jenis promosi lain lantaran dalam roadshow semua hal-hal yang menyangkut lembaga pendidikan yang ingin diketahui calon mahasiswa bisa dijawab dengan tuntas. Sifat komunikasi dua arah dari jenis promosi ini memungkin terjadinya tanya jawab yang meluas, berbeda dengan jenis promosi lainnya.
Namun dalam roadshow pun memiliki banyak kelemahan dibandingkan dengan jenis promosi lain. Misalnya saja, pihak lembaga pendidikan harus menyiapkan “duta-duta” yang mumpuni untuk menjelaskan tentang semua hal mengenai lembaga pendidikan yang diwakili. “Duta” yang efektif adalah alumni dari sekolah yang bersangkutan, yang telah menjadi mahasiswa dan merasa mendapatkan manfaat besar mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tersebut.

Pun roadshow memiliki keterbatasan ruang dan waktu. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, lembaga pendidikan harus menyiapkan sebanyak mungkin “duta” dan harus membuat penjadwalan sebanyak mungkin dengan sekolah-sekolah yang menjadi targetnya. Tentu hal ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Tetapi sepadan dengan hasil yang dicapai.

Memasang spanduk atau stiker, merupakan jenis program yang paling banyak dipilih kedua calon mahasiswa lembaga pendidikan. Spanduk atau stiker memang hanya pesan satu arah. Mungkin tidak seefektif roadshow dalam merekrut calon mahasiswa lembaga pendidikan, tetapi efektif untuk menginformasikan keberadaan sebuah lembaga pendidikan. Suatu spanduk yang didesain menyolok dan dipasang di tempat strategis mampu menginformasikan kepada ribuan calon mahasiswa per hari. Jenis promosi ini juga sangat efektif untuk calon mahasiswa yang sudah sedari awal ingin melanjutkan ke lembaga pendidikan. Karena untuk detilnya, calon yang bersangkutan bisa menelepon ke pihak lembaga pendidikan yang nomor kontaknya tertulis di spanduk tersebut.

elemahannya, spanduk yang didesain biasa-biasa saja tidak akan bisa mencuri perhatian calon mahasiswa. Karena biasanya, di suatu tempat strategis akan dipenuhi oleh berbagai spanduk mulai dari produk popok bayi sampai spanduk pilkada. Jika, bisa mencuri perhatian pun spanduk tidak mempunyai kekuatan mengajak calon mahasiswa yang sebelumnya tidak memiliki minat melanjutkan ke lembaga pendidikan sebagaimana dalam jenis promosi roadshow.

Penyebaran pamflet atau brosur menjadi pilihan ketiga terbanyak oleh para responden. Sebenarnya, promosi jenis ini juga efektif, karena selain biayanya relatif murah, juga bisa disebarkan ke sekolah-sekolah yang anak didiknya potensial mendaftar ke lembaga pendidikan tinggi. Namun jika salah membidik, brosur atau pamflet hanya akan diberlakukan sebagai bungkus kacang. Dan justru yang sering terjadi adalah kasus terakhir ini. Pamflet atau brosur seringkali dibagikan secara acak di mana pun sehingga efektifitasnya menjadi kecil sekali.

Seminar gratis menjadi pilihan terbanyak ke empat dari para responden. Menurut hemat saya, seminar justru tidak efektif, kecuali seminar yang dikelola secara profesional yang harus didukung oleh banyak pihak lain, selain lembaga pendidikan yang bersangkutan. Untuk mengadakan seminar gratis skala besar dibutuhkan biaya yang besar juga. Namun hal ini bisa diatasi dengan cara berkolaborasi dengan lembaga-lembaga pendidikan dan kursus lain dengan didukung dari sponsor.

Pemberian beasiswa menjadi pilihan kelima dari para responden. Sebenarnya ini bisa dimaklumi karena penelitian dilakukan di kalangan siswa SMU di Jabodetabek yang secara ekonomi relatif bagus dibandingkan SMU-SMU daerah. Promosi dengan memberikan beasiswa ini mungkin akan menjadi pilihan teratas jika riset dilakukan di daerah-daerah yang secara ekonomi tidak terlalu mapan. Maka jenis promosi ini juga akan efektif di daerah-daerah tersebut.

Sedangkan jenis promosi membayar setelah bekerja justru menjadi pilihan ke enam. Ini mungkin disebabkan karena lembaga pendidikan sendiri harus ditempuh dengan rentang waktu yang cukup lama. Sehingga baik bagi pihak lembaga pendidikan maupun mahasiswa sendiri akan sangat menyulitkan.

Rentang waktu pendidikan yang panjang membuat akumulasi dana sangat besar, baik bagi lembaga pendidikan maupun mahasiswa. Ini akan sangat mempengaruhi kondisi keuangan lembaga pendidikan. Sementara mahasiswa, setelah bekerja, akan mengembalikan jumlah dana yang cukup besar juga. Namun jenis promosi ini akan efektif untuk lembaga kursus yang rentang waktu pendidikannya berkisar antara tiga bulan sampai maksimal satu tahun.

Di samping harus memilih jenis promosi yang tepat, lembaga pendidikan dan kursus juga harus memahami faktor-faktor apakah yang membuat calon mahasiswa tertarik mendaftar ke lembaga pendidikan dan kursus. Dari hasil penelitian terdapat dua kelompok yang memiliki pertimbangan masing-masing dalam memilih lembaga pendidikan dan kursus.

Kelompok pertama, melihat melihat faktor biaya, kemudahan mendapatkan pekerjaan, dan sarana prasarana sebagai pertimbangan utama dalam memilih seuatu lembaga pendidikan. Sedangkan kelompok kedua, lebih fokus pada aspek materi dan kurikulum sebagai pertimbangan utama mereka.

Dalam persepsi terhadap lembaga pendidikan dan kursus suara responden juga terbelah menjadi dua. Di satu kelompok ada beberapa kategori responden yang memandang aspek kurikulum, tenaga pengajar, sarana prasarana, dan kemampuan lembaga dalam menyalurkan lulusannya relatif baik. Namun, di sisi lain, sebagian kategori responden lainnya menilai aspek-aspek tersebut belum mampu menyentuh keinginan pasar.

Meski dalam persoalan pertimbahan memilih dan persepsi terhadap lembaga pendidikan suara responden terbelah namun yang menggembirakan adalah ada pandangan umum bahwa lembaga-lembaga pendidikan sudah berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan aspek mutu pendidikan melalui peningkatan sarana dan prasarana. Walaupun untuk itu, sebagian besar responden memandang biaya yang cenderung meningkat pula.

Dari riset itu juga terungkap bahwa pilihan responden terhadap suatu lembaga pendidikan lebih fokus pada faktor anggapan umum di publik bahwa lembaga tersebut sudah cukup lama eksis. Bukan disebabkan pada popularitas lembaga, karena popularitas merupakan faktor ikutan dari eksistensi lembaga.

Faktor sarana-prasarana, kualitas dan mutu pengajar atau kurikulum tidak menjamin akan banyak calon siswa yang mau mendaftar kalau tidak ada informasi positif lembaga itu.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan, lembaga pendidikan sebaiknya harus menyiapkan tenaga marketing yang handal, dan mulai menginformasikan dan mengkomunikasikan kelebihan-kelebihan lembaga sebagai produk unggulan.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan, lembaga pendidikan sebaiknya harus menyiapkan tenaga marketing yang handal, dan mulai menginformasikan dan mengkomunikasikan kelebihan-kelebihan lembaga sebagai produk unggulan.

 Mengadopsi teorinya Eric Schulz, yang berpengalaman sebagai eksekutif pemasaran di perusahaan besar Coca-Cola, P&G serta Disney, keberhasilan dari lembaga pendidikan merekrut calon siswa atau mahasiswa adalah dari ketepatan positioning-nya.

Positioning, kata Eric, mungkin semudah mengucapkan alphabet ABC. Tentu saja dalam prakteknya tidak demikian meski tetap berpatokan kepada ABC. A artinya adalah lembaga pendidikan harus memperhatikan audience-nya atau target pasarnya. Siapakah yang menjadi target lembaga pendidikan atau kursus Anda? Lulusan SMU, anak-anak yang ingin lulus Ujian Akhir Nasional (UAN) atau anak-anak yang ingin rapornya bagus?

Kesalahan umum yang dilakukan dalam bisnis, juga dalam bisnis lembaga pendidikan adalah: keinginan untuk membidik semua orang. Ketika Anda ingin membidik semua orang, hasilnya justru tidak ada satu pun orang yang melirik Anda. Ketika Anda membidik secara tepat meski hanya sekelompok orang, besar kemungkinan sekolompok orang itu akan mendatangi lembaga pendidikan Anda.

B, dalam rumusan Eric, adalah benefit. Suatu lembaga pendidikan atau kursus haruslah memberikan benefit kepada mahasiswa atau siswanya. Misalnya lembaga pendidikan komputer haruslah memberi benefit kepada mahasiswanya. Secara umum benefitnya adalah menjadikan mahasiswa tersebut “katam” bidang komputer.

C, berarti, compelling reason why. Artinya ada alasan lebih lanjut mengapa konsumen harus membeli ini bukan itu. Sebenarnya ini merupakan penegas sekaligus penjabaran dari benefit.

Dengan memakai rumusan ABC ini, kita bisa membuat positioning lembaga pendidikan XYZ, yang membidik para karyawan yang ingin memperoleh gelar untuk meningkatkan karirnya di tempat pekerjaan. Positioning-nya bisa berbunyi,” Untuk para karyawan yang ingin meraih gelar dan peningkatan karir kami memiliki program pendidikan sarjana yang dipadatkan sehingga Anda bisa meraihnya dalam waktu singkat tanpa harus mengorbankan tugas Anda di kantor karena waktu kuliah kami sangat fleksibel.

A-nya adalah para karyawan. B-nya, mendapatkan gelar secepatnya tanpa mengorbankan tugas kantor. C-nya, kurikulum dipadatkan dan jadwal kuliah fleksibel.

Positioning yang tepat akan menempatkan lembaga pendidikan atau kursus Anda sebagai salah satu pemain terkuat di pasar tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadikan Anda satu-satunya pemain di target pasar tersebut.

Hartomo Mechanical Training Center (HMTC) sangat memahami positioning ini. Membidik orang-orang yang tertarik menjadi mekanik sepeda motor Hartomo Koes Alam Syahrir mendirikan HMTC pada tahun 1999. Cerdasnya lagi HMTC masih menyediakan paket-paket yang pada dasarnya adalah pembagian segmen. Mungkin semua calon mekanik berkeinginan untuk menguasai persoalan semua jenis kendaraan bermotor, tetapi dari sisi dana mereka tidak punya. Pilihan paket 8 motor bisa menjadi pilihan berikutnya.

Positioning dari HMTC dipertegas lagi dengan menerapkan sistem satu siswa, satu motor dan satu guru. Dengan sistem ini tentu saja proses pelatihannya akan jauh lebih efektif. Dan ditambah lagi dengan kebijakan, siswa akan dididik dan dilatih sampai bisa, bukan didasarkan batasan waktu.

Positioning HMTC (sebagai contoh bukan pernyataan resmi HMTC),” Bagi orang-orang yang ingin menjadi mekanik handal semua jenis sepeda motor kami memiliki program pendidikan dan pelatihan yang pertama kali menganut satu siswa satu motor dan satu guru serta didukung sarana praktek terbanyak di Indonesia.”

Barangkali ada lembaga pendidikan dan pelatihan mekanik motor sebesar HMTC, memakai sistem satu siswa satu motor dan satu guru tetapi tidak untuk semua jenis motor, melainkan sepeda motor merek tertentu. Mungkin ada juga lembaga pendidikan dan pelatihan mekanik untuk semua jenis sepeda motor, tetapi tidak menerapkan sistem satu siswa satu motor dan satu guru serta tidak memiliki jaringan dan sarana praktek sebesar HMTC.

Contoh-contoh di atas bisa dijadikan bahan rujukan bagi Anda untuk menetapkan target secara tepat. Namun penetapan target yang tepat pun belum menjamin keberhasilan dari bisnis lembaga pendidikan, karena Anda harus bisa mengkomunikasikan dengan tepat. Kalau kedua hal ini sudah Anda lakukan tidak mustahil akan menjadikan lembaga pendidikan atau kursus Anda sebagai ladang ilmu, ladang amal sekaligus sebagai lumbung menumpuk modal.

 http://www.majalahpengusaha.com/content/view/809/48/



PERIJINAN LEMBAGA KURSUS

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 10:30 | Label : | 0 Comments
PERIJINAN LEMBAGA KURSUS

Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-lusnya untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya melalui program kursus. Ketentuan ini diatur oleh undang-undang sistem pendidikan.

Kursus sebagai salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal sangat fleksibel dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan dunia usaha/industri.

Kursus diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Penyelenggaraan kursus harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Negara sebagai bagian dari akuntabilitas publik.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 62 mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
  • Dasar Hukum
    - Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    - Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
    - Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
    - Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
    - Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kerja
    - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 261 /U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus
  • Penerbitan Izin Kursus
    Izin kursus diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota atas nama bupati/walikota, sebagai bentuk pemberian legalitas atas penyelenggaraan kursus di wilayah kerjanya
  • Izin kursus bertujuan untuk:
    - Memudahkan dalam pembinaan don pengembangan kursus
    - Memelihara don meningkatkan mutu penyelenggaraan
    - Mengarahkan, menyerasikan don mengembangkan kursus guna menunjang suksesnya program pembangunan bidang pendidikan
    - Melindungi kursus terhadap penyalahgunaan wewenang, hak dan kewajiban setiap jenis kursus
    - Melindungi konsumen
  • Masa Berlaku
    Izin kursus berlaku 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan mengajukan permohonan perpanjangan dengan melampirkan persyaratan-persyaratan yang berlaku.

    Apabila lembaga yang mengajukan izin pendirian belum memenuhi persyaratan maka pemerintah daerah dapat menerbitkan surat terdaftar hingga lembaga tersebut memenuhi persyaratan untuk jangka waktu paling lama 6(enam) bulan.
  • Persyaratan dan Izin
    a. Izin penyelenggaraan kursus bagi lembaga perseorangan, kelompok orang, lembaga sosial/yayasan, perseroan terbatas harus melengkapi:
    - Program dan isi pendidikan dalam bentuk struktur kurikulum
    - Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaha kependidikan
    - Sarana dan prasaeana yang memadai baik jumlah dan kualitasnya
    - Pembiayaan yang diuraikan dalam komponen biaya investasi, biaya personal (yang harus dikeluarkan oleh peserta didik)
    - Rencana sistem evaluasi dan sertifikasi
    - Rencana manajemen dan proses pendidikan dalam bentuk uraian manajemen pengendalian mutu dan metodologi pembelajaran
    - Persyaratan lain mengenai perizinan kursus yang bersifat administrasi ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat

    b. Izin penyelenggaraan kursus bagi badan usaha yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing ditambah persyaratan berikut:
    - Kerjasama dengan lembaga kursus yang sudah mendapatkan ijin
    - Mendapatkan rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional
    - Mendapatkan izin/keterangan penanaman modal asing dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan izin/keterangan dari Departemen Tenaga Kerja bagi yang menggunakan tenaga kerja asing

    c. Ketentuan khusus:
    Sekolah, perguruan tinggi atau institusi lain yang menyelenggarakan kursus untuk masyarakat umum dengan memanfaatkan sarana/prasarana milik pemerintah dapat mdiberikan izin kursus sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-perundangan yang berlaku.

  • Prosedur pengurusan izin
    - Calon penyelenggara kursus mengajukan izin untuk setiap jenis kursus yang akan diselenggarakan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan melampirkan persyarata-persyaratan yang ditentukan
    - Lembaga kursus yang telah memperoleh izin harus memperpanjang izin kursus selambat-lambatnya satu bulan sebelum izin kursus berakhir dengan melampirkan fotocopy izin penyelenggaraan kursus sebelumnya dan persyaratan lain sesuai ketentuan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

  • Pengawasan dan Sanksi

    Pengawasan
    a. Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan dan kewenangan masing-masing
    b. Pengawasan dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas public

    Bentuk Pelanggaran
    Pelanggaran atau penyalahgunaan izin penyelenggaraan dapat berupa:
    a. Penipuan publik, antara lain memberikan janji-janji kepada peserta didik untuk disalurkan setelah lulusan, tetapi ternyata tidak terbukti
    b. Pemalsuan dokumen
    c. Penyalahgunaan izin

    Sanksi
    a. Penyelenggara kursus yang beroperasi tanpa izin dapat dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 1 milyar rupiah
    b. Bagi lembaga kursus yang menyalahgunakan izin kursus maka dinas pendidikan kabupaten/kota dapat memberi sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin kursus

Orang yang Sukses harus Mempunyai Mimpi (Dream)

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 10:05 | Label : | 0 Comments

Orang yang Sukses harus Mempunyai Mimpi (Dream)



Stop Dreaming Start Action adalah slogan yang harus dimiliki oleh semua orang apabila menghendaki sebuah perubahan pada dirinya. Stop bermakna berhenti, Dreaming berarti mimpi, Start bermakna mulai dan Action berarti tindakan atau perbuatan.

Stop Dreaming Start Action berarti berhentilah untuk bermimpi dan mulailah melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada hasil yang ingin kita capai.


Orang yang sukses harus mempunyai mimpi (dream), bahkan mimpi yang terkadang orang lain hanya bisa mencibirnya karena tidak masuk di akal kebanyakan orang. Namun mimpi saja (dream) belum lah cukup, diperlukan tindakan (action) secara nyata, untuk itulah diperlukan sebuah pengungkit atau pendobrak dari mimpi (dream).

Stop Dreaming Start Action terdiri dari 4 kata dengan penuh makna, kata yang apabila kita dapat mempraktekkan dapat mengubah hidup kita bagai bumi dan langit. Perubahan yang sangat signifikan pada hidup kita dalam mencari kesuksesan dan kemuliaan. Terkadang mimpi/hasrat/keinginan yang ada pada diri kita terlampau banyak, sehingga bingung harus memulai dari mana dan mana dulu yang menjadi prioritas. Pada saat mengalami hal demikian kita harus dapat memilahnya dan yang terpenting segera lakukan action, karena hal yang banyak tadi tidak akan pernah selesai apabila kita tidak segera memulai nya.

Persoalan yang banyak akan dapat segera selesai apabila kita segera mengerjakannya satu per satu, Stop Dreaming Start Action !!!!!

Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 09:50 | Label : | 0 Comments

Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Jenis-jenis pembelajaran kooperatif
Jenis-jenis pembelajaran kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat jenis pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan diuraikan secara ringkas masing-masing model pembelajaran tersebut.

Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. 
Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. 

Group Investigation/Investigasi kelompok

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. 
Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok - kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

Pendekatan Struktural

Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. 
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok.

Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Memperjelas perbandingan antara keempat pendekatan pembelajaran kooperatif atau yang lebih sering disebut sebagai tipe pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

STAD
Jigsaw
Group Investigation
Pendekatan struktur
Tujuan kognitif
Informasi akademik
sederhana
Informasi
akademik
sederhana
Informasi
akademik tingkat
tinggi dan
keterampilan
inkuiri
Informasi
akademik
sederhana
Tujuan sosial
Kerja kelompok
dan kerja sama
Kerja kelompok
dan kerja sama
Kerja dalam
kelompok
kompleks
Keterampilan
kelompok dan
keterampilan
sosial
Struktur tim
kelompok belajar
heterogen dengan
4-5 orang
anggota
kelompok belajar
heterogen dengan
5-6 orang
anggota,
menggunakan
pola “kelompok
asal” dan
“kelompok ahli”
kelompok belajar
dengan 5-6 orang
anggota homogen
Bervariasi,
berdua,
bertiga,
kelompok 4-6
orang anggota
Pemilihan topik
Biasanya guru
Biasanya guru
Biasanya Siswa
Biasanya guru
Tugas utama
Siswa dapat
menggunakan
lembar kegiatan
dan saling
membantu untuk
menuntaskan
materi belajarnya
Siswa mempelajari
materi dalam
“kelompok ahli”,
kemudian
membantu
anggota
“kelompok asal”
mempelajari
materi itu
Siswa menyelesaikan
inkuiri kompleks
Siswa mengerjakan tugas-tugas sosial dan kognitif
Penilaian
Tes mingguan
Bervariasi, dapat
berupa tes
mingguan.
Menyelesaikan
proyek dan
menulis laporan,
dapat
menggunakan tes
uraian.
Bervariasi
Pengakuan Lembar
Lembar
pengetahuan dan
publikasi lain
Publikasi lain
Lembar
pengakuan dan
publikasi lain
Bervariasi

Daftar Pustaka

Arends, Richard. 2001. Learning to Teach 6 th Ed. United States of America: Mc Graw-Hill.

Minat Belajar

By LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS | At 09:47 | Label : | 0 Comments

Minat Belajar

Minat Belajar
Minat Belajar

Pengertian Minat Belajar

Sukardi (1987:25) mengemukakan bahwa “Minat belajar adalah suatu kerangka mental yang terdiri dari kombinasi gerak perpaduan dan campuran dari perasaan, prasangka, cemas dan kecenderungan-kecenderungan, lain yang biasa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu". Menurut Belly (2006:4), Minat adalah keinginan yang didorong oleh suatu keinginan setelah melihat, mengamati dan membandingkan serta mempertimbangkan dengan kebutuhan yang diinginkannya. 
Selanjutnya menurut Bob dan Anik Anwar (1983:210), mengemukakan bahwa minat adalah keadaan emosi yang ditujukan kepada sesuatu. Dari kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan minat ialah suatu kondisi kejiwaan seseorang untuk dapat menerima atau melakukan sesuatu objek atau kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan pengertian belajar dapat dikemukakan sebagai berikut: “Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang intensif atau bersifat temporer”. (Oemar Hamalik, 1983:34)
Pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Djayadisastra (1989:8), ialah: Belajar adalah pada hakekatnya “suatu perubahan, baik sikap maupun tingkah laku kearah yang baik, kuantitatif dan kualitatif yang fungsinya lebih tinggi dari semula”. Disamping itu Ahmad Tono (1978:25), juga mengemukakan bahwa: “Belajar terdiri dari melakukan sesuatu yang baru, kemudian sesuatu yang baru tersebut dicamkan atau dipahami oleh individu kemudian ditampilkan kembali dalam kegiatan kemudian”.
Setelah membahas tentang pengertian minat dan belajar maka yang maksud tentang minat belajar itu ialah kondisi kejiwaan yang dialami oleh siswa untuk menerima atau melakukan suatu aktivitas belajar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar

Minat belajar seseorang tidaklah selalu stabil, melainkan selalu berubah. Olehnya itu perlu diarahkan dan dikembangkan kepada sesuatu pilihan yang telah ditentukan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi minat itu.
  1. Faktor intern adalah sama yang ada pada diri seseorang baik jasmani maupun rohani, fisik maupun psikhis.
  2. Faktor ekstern adalah semua faktor yang ada diluar individu: keluarga, masyarakat dan sekolah.

Cara membangkitkan minat belajar

Campbell (dalam Sofyan,2004:9) berpendapat: Bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk membina minat anak agar menjadi lebih produktif dan efektif antara lain sebagai berikut:
  1. Memperkaya ide atau gagasan.
  2. Memberikan hadiah yang merangsang.
  3. Berkenalan dengan orang-orang yang kreatif.
  4. Petualangan dalam arti berpetualangan ke alam sekeliling secara sehat.
  5. Mengembangkan fantasi.
  6. Melatih sikap positif.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh W. Olson (dalam Samosir, 1992:112), bahwa untuk memupuk dan meningkatkan minat belajar anak dapat dilakukan sebagai berikut:
  1. Perubahan dalam lingkungan, kontak, bacaan, hobbi dan olahraga, pergi berlibur ke lokasi yang berbeda-beda. Mengikuti pertemuan yang dihadiri oleh orang-orang yang harus dikenal, membaca artikel yang belum pernah dibaca dan membawa hobbi dan olahraga yang beraneka ragam, hal ini akan membuat lebih berminat.
  2. Latihan dan praktek sederhana dengan cara memikirkan pemecahan-pemecahan masalah khusus agar menjadi lebih berminat dalam memecahkan masalah khusus agar menjadi lebih berminat dalam memecahkan persoalan-persoalan.
  3. Membuat orang lain supaya lebih mengembangkan diri yang pada hakekatnya mengembangkan diri sendiri.

Daftar Pustaka:

  • Belly, Ellya dkk. 2006. Pengaruh Motivasi terhadap Minat Mahasiswa Akuntasi. Simposium Nasional Akuntasi 9 Padang.
  • Djayadisastra, Yusuf. 1989. Psikologi Perkembangan. Bandung: BPGT.
  • Bob dan Anik Anwar. 1983. Pedoman Pelaksanaan Menuju Pra Seleksi Murni. Bandung : Ganesa Exact.
  • Hamalik, Oemar. 1983. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.
  • Samosir, Marten. 1992. Seni Berpikir Kreatif. Jakarta: Erlangga.
  • Sofyan, Nurbaeti. 2004. Skripsi : Hubungan antara Minat dan Perhatian dengan Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran  IPA pada SDN Labuang Baji  I Makassar.  Makassar: Universitas Veteran Republik Indonesia
  • Sukardi. 1987. Bimbingan dan Penyuluhan. Surabaya: Usaha Nasional.
  • Tono, Achmad. 1978. Metode Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

DIREKTORI

ORMIT & MITRA

AD (728x90)

Copyright © LKP AL-QOLAM MUSI RAWAS - All Rights Reserved